Sabtu, 03 Maret 2018

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 2)


Gorila Tiger

"Turun kau!" bentak Danu menghadang.

Ada beberapa teman Danu bersamanya. Keliahatan dari wajah mereka, kalau mereka adalah para brandalan pembuat onar. Jalanan yang sepi di dekat rel kereta api tanpa palang pintu di lahan sawit yang mungkin punya warga, mereka berjajar. Cuaca yang panas dan terik membakar kulit ini. Perasaan ini mulai nggak enak sejak pertama bertemu anak ini. Di lihat dari tampangnya, memeng benar kalau dia adalah bos nya di sini. Aku pun mencagakkan Zaki keretaku (sepeda motor) dan berdiri di sebelahnya. Aku tau hal ini mungkin akan terjadi, tapi tak ku sangka secepat ini di hari pertamaku sekolah. Sungguh prestasi yang luar biasa ya. Ada buat salah apa kau ya sampai kepala pereman kelasku marah besar, atau ini termasuk salah satu MOS dari ketua genk kelas. Aku nggak takut sih, tapi hanya bingung aja kenapa harus terjadi sekarang.

"Woi.. Anj*ng, sini kau!" bentak Danu.

Aku pun berjalan mendekati mereka tapi tetap masih jaga-jarak. Tapi kalau ku pikir-pikir, nggak enak kalau lawan mereka semua. Sebaiknya aku kabur saja. Oke, sudah di putuskan. Cari aman... Langkah seribu.

Wuzzzzz......

Aku pun berlari ke arah rel kereta api di susul dengan mereka berempat.

"Woi, jangan lari kau anj*ng!" teriak Danu.

Emang aku pikirin. Lari aja deh....

Akhirnya kejar-kejaran di rel kereta api pun terjadi. Lumayan juga nie berlarian di terik matahari, keringat ini pun mulai bercucuran. Capek... Kalau aku berhenti akan terjadi pertarungan, tapi kayaknya mereka berhasil mendekatiku. Kerah bajuku pun ditarik salah satu dari mereka.

"Berhenti kau anj*ng!" teriak Danu dan satu pukulan pun melesat dan aku tak bisa menghindarinya walau dapat ku minimalisir dampak serangannya.

Pukulan yang sedikit miss atau meleset tapi tetap saja sudah menyentuh pipiku yang mulus ini tanpa jerawat. Serangan berikutnya pun di arahkan ke perutku dari tendangan lutut Danu tapi aku sempat menahan lututnya dengan kedua telapak tanganku. Tapi pada sisi yang lain, 2 tangan telah memukul punggungku dan membuatku tak bisa menjaga keseimbangan dan jatuh ke bebatuan pinggiran rel kereta api. Tak berhenti di situ saja, sebuh tendangan keras menghantam tubuh ini dan aku pun terguling dari tempat jatuhku yang pertama.

Aduhhhhh.....
Sakit juga.

Walau badanku ini sudah ku latih otot-ototnya, tapi tetaplah terasa kalau dipukul kayak begini. Perlahan aku bangkit dan ku pegang perutku bekas tendangan tadi, sakit. Wajah  mereka bagaiakan sekelompok gorila kelaparan, muka beruk. Aku nggak boleh lengah, kalau sampai lengah lagi aku akan habis. Aku pun berdiri tegak menantang mereka dengan tatapan yang tajam dan aku tak akan kalah. Oke aku siap.



****

Danu dan ketiga temannya berlari ke arahku, dan aku pun bersiap-siap untuk serangan-serangan yang akan mereka lancarkan. Danu melancarkan tinjunya diikuti seorang temannya, aku menghindari dua pukulan itu dan menepisnya dengan kedua tanganku. Aku pun memasang kuda-kuda dan menendang betis Danu yang membuatnya oleng serta menendang punggung temannya yang satu lagi (rising wind). Selanjutnya ada dua pukulan lagi yang mengarah kepadaku, dan pukulan pertamaku tangkap dan ku kunci. Dengan cepat ku balikkan badannya sehingga tangan kanannya terpelintir dan ku tendangkan ke arah temannya yang sedang dalam posisi meninju ke arahku dan mereka pun bertabrakan. Danu dan teman-temannya bangkit kembali dan menyerangku dari berbagai arah.

Bag... Buk... Bag...

Bunyi kronologi pukul memukul yang terjadi di tengah terik matahari. Pukul, tendang, pukul, menghindar, tahan, pukul, tendang.... Nggak ada abisnya kalau diceritaain satu persatu. Stamina kita juga sudah banyak terkuras, keringat ini sudah menetes dengan derasnya. Sudah mau kehabisan nafas, nafas ini sudah tersenggal-senggal. Aku berusaha untuk bangkit dan harus tegak berdiri. Badan ini sudah terasa sakit-sakit semua kena pukul dan tendang, karena tidak bisa juga semua serangan itu ku tepis atau ku tangkis. Akhirnya terjadilah baku hantam antara aku gank nya Danu, tapi aku harus tetap hati-hati agar tidak menyerang bagian-bagian yang vital. Menurutku mereka itu semuanya adalah adekku, walau mereka tersesat dalam prilaku brandalan kayak gini. Harus selesai acara pukul-pukulan seperti ini, makin lama aku yang kehabisan energi.

Danu dan teman-temannya kelihatan lelah karena telah menguras banyak tenaga, begitu juga aku yang hampir kehabisan nafas. Masih berada di sekitar pinggiran rek kereta api, mereka masih saja ingin melanjutkan pertarungan ini. Danu berlari ke arahku, kepalan tinjunya melayang ke arahku. Ku tepis pukulan Danu dan ku berikan sebuah tendangan yang cukup keras pada perutnya. Ups... Danu terpental ke rel kereta dan berusaha untuk bangkit kembali. Seseorang teman Danu mengunciku dari belakang dan memelukku erat, sedangkan 2 orang lagi tiba-tiba memegang kedua tanganku kiri dan kanan.

Waduh... Bisa gawat ini.

Toooooooooooooooooooonnnnnnnnnnnnnnnnn
Toooooooooooooooooooonnnnnnnnnnnnnnnnn

Terdengar suara klakson kereta api dan tampak sebuah kereta api yang melaju dengan cepatnya. Danu masih berdiri lemas dan terpaku di tengah rel kereta itu sedangkan ketiga teman Danu, masih memegangiku. Apa yang harus ku lakukan dengan keadaan seperti ini? Danu dan ketiga temannya malah melongo kaget dengan kereta yang melintas.

"Danu....... Awas!" teriakku.

*****

Suasana menjadi gelap, aku mendengar suara tangisan anak kecil.
"Kak... Jangan pergi!" rengek anak kecil itu sambil menangis.
"Mas Herman....... Mas! Jangan bawa Oky mas.........." terdengar suara seorang wanita menangis sambil memelas.

"Woi... Anji*ng, lepasin!" terdengar suara teriakan Danu.

Ku buka mataku dan ku rasakan kalau aku sedang memeluk seseorang dengan kencang sambil telentang di bebastuan yang tajam rel kereta api. Aku merasakan sakit di beberapa bagian tubuhku terutama bagian lutut  kiri, siku tangan sebelah kiri dan keninggu. Terasa perih dan agak sakit untuk digerakkan.

"Lepasin anj*ng!" teriak Danu ku dengar lagi masih dalam dekapanku.

Ketiga temannya datang menghampiriku dan Danu pun ku lepaskan dari dekapanku.
"Dan... Kau nggak apa?" tanya salah seorang temannya.
"Nggak apa Ren..." jawab Danu.
"Mati kau......" teriak teman Danu yang satu itu sambil berlari ke arahku dan memasang kuda-kuda untuk menendangku yang masih terbaring kaku menikmati bebatuan tajam yang panas ini di punggungku.
"Rendi....! Mundur!" teriak Danu keras.

Orang tersebut ternyata bernama Rendi, dan dia akhirnya mengurungkan niatnya untuk menendangku. Ku lihat Danu dan komplotannya pergi menjauh meninggalkanku. Sesekali Danu menoleh ke belakang dan memperhatikanku yang terbujur kaku dengan luka goresan batu yang tajam di mana-mana. Dasar brandalan tak tau diuntung, tapi ya sudahlah.

Masih terbaring aku sambil mengingat apa yang terjadi barusan.

"Danu.... Awas!" teriakku.

Aku segera melepaskan kuncian teman Danu yang memegang tangan kananku dengan menginjak kakinya dengan keras, ketika dia kaget dan kunciannya loggar aku segera menarik tangan kananku dan melancarkan serangan "Uppercut" dan Teman Danu pun oleng. Ku tarik tangan kiriku dengan keras sehingga teman Danu yang di mengunci tangan kiriku tertarik dan ku peluk erat dengan tangan kananku. Aku mencium bibirnya yang berwarna pink itu membuatnya sontak melepaskanku dan mundur 3 petak. Setelah kedua tanganku bebas aku sergap kont*l teman Danu yang pengunci badanku dari belakang dengan menggunakan tangan kiriku. Saat dia mulai mundur menghindari tanganku, konsentrasi kunciannya menjadi tak stabil sehingga aku dapat mematahkan kunciannya dengan dengan segera menunduk dan tangan kananku meraih kepalanya dan membantingnya. Triple kill..... Aku langsung berlari kearah Danu dan melompat menerkamnya bagai harimau yang kelaparan.

****

Aku berusaha untuk bangkit dan pergi menuju pinggir jalan sawit tadi di mana Zaki ku cagakkan, alhamdulillah nggak hilang. Ku engkol-engkol sepeda motorku tapi kok nggak mau hidup ya? Sebaiknya ku cek apa kendalannya.

Minyak (BBM), Oke. Starter, emang nggak ada. Coba ku cek businya, sepertinya businya kotor. Setelah membersihkan busi ku coba untuk hidupkan kembali dengan mengengkolnya. Awalnya nggak hidup-hidup, tapi dah hidup kok. Aku sepertinya harus ke bengkel untuk beli busi karena busiku sudah tua dan api nya juga sudah nggak jelas. Mengendarai Zaki dengan kondisi yang tidak prima, akunya yang dah belur dan zaki juga sudah uhuk uhuk. Maaf ya Zaki, aku sepertinya kurang melakukan perawatan terhadapmu.

****

"Loh, kenapa bang?" tanya ibu kost.
"Nggak apa nde. Tadi jatuh, makanya agak sedikit lecet." jawabku sambil memasukkan Zaki si sepeda motor kijangku.
"Diobati teros bang lukanya, cuci pake air hangat, teros kasi betadin." nasehat ibu kost.
"Iya nde, makasih." jawabku.
"Ndre, ambilakan dulu betadin sayang!" seru ibu kost kepada anaknya.

Terlihat seorang bocah yang asik lagi kutak-katik hp. Bocah yang mengenakan celana pendek biru dengan kaos singlet putih. Celana SMP, tuh bocah masih SMP ya.

"Mamak lah!" jawab anak ibu kost.
"Cepatlah nakku, minta tolong mamaknya." sekali lagi ibu kost meminta kepada anaknya untuk diambilkan betadin.
"Is, mamak pun. Kalah aku jadinya. Entak apa mamak urus-urus anak orang itu." jawab anak ibu kost yang bernama Andre itu.
"Memang bebi lah kau, tak bisa mamaknya minta tolong. Tak usah kau pegang pegang hp itu. Sini hp nya!" bentak mamak Andre sambil mengambil hp dari tangan Andre dan pergi mengambilkan betadin untukku.

Aku tersenyum saja melihat tingkah anak satu ini, ngeselin tapi juga ngegemesin. Selanjutnya aku pergi bawa betadin ke kamarku. Perlahan ku naiki tangga dan aku masih merasa beberapa bagian tubuhku masih terasa sakit akibat pukulan Danu dkk. Aku melepas pakaianku dan menggantungnya di lemari. Sekarang aku hanya menggunakan boxer dan duduk di pinggir kasurku sambil menghayalkan masa-masa kecilku dahulu bersama Andi. Betapa aku menyayangi Andi adekku.

"Bang, ini tarok mana?" Andre sudah di kamarku menyadarkanku dari lamunanku dengan membawa sebaskom air hangat dengan handuk kecil.

Duh... Nie anak bukan permisi dulu masuk kamar orang, main nyelonong aja. Untung aku nggak bugil, tapi ya pake boxer gini malu juga lah. Mudah-mudahan dia nggak kepoin aku.

"Tarok aja di sini." ujarku sambil menunjuk ke lantai dekat kasurku.
"Ih, banyak biram badan kau bang." seru Andre.
"Berantam kau kan? Nggak jatuh kau kan?" tanya Andre lagi.
"Seeeettttttt.... Diam aja, jangan bilang mamakmu." pintaku.
"Apa pulak. Ku bilang nanti kau bang berantam. Hahaha...." ejek Andre.

Tak....

Ku jitak kepalanya.

"Duh. Sakit bodat." seru Andre.
"Salah kau sendiri bising." jawabku.

Setelah membersihkan luka dengan air hangat ku lanjutkan dengan memberi betadin. Andre membantuku untuk membersihkan dan mengobati lukaku. Walau bandal dan berisik, aku sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Andre di hidupku. Aku merasakan memiliki seorang teman di sini, teman yang seperti adekku sendiri.

****

"Nande, mau tanya nie. Tukang jahit disekitaran sini ada nggak nde? Aku mau jahit atribut sekolah." tanyaku kepada mamak Andre.
"Ada, tapi agak jauh. Sini, biar ku jahitkan. Ada nya mesin jahitku itu. Butuh cepat?" ujar mamak Andre sambil tanyaku balik.
"Untuk besok sih nde, besok mau dipake pas sekolah." jawabku.
"Oh, ya... Bentarlah ya. Nati ku jahitkan, ini aku mau pergi belanja dulu." ketus mamak Andre.
"Iya, nde, makasih." syukurku sambil memberikan seragamku dan beberapa atribut yang akan dipasang.

Beruntungnya aku dapat tempat kostan seperti ini, orangnya baik. Cuma rada bising aja anaknya, tapi nggak apa lah jadi rame suasana nggak kayak kuburan. Suasana kostan jadi ceria dan penuh dengan canda tawa, tapi aku kurang akrab dengan penghuni kostan yang lain kecuali si Reza.

****

Jam 8 malam setelah selesai makan, aku berbaring di kasurku sambil kutak-katik hp. Perlahan kususupkan tanganku de dalam celana pendekku membelai lembut si otong. Fokus melihat scan demi scan adegan yang bisa buat lupa diri ini, terdengar suara pintu terbuka dengan cepatnya.

"Bang, ini bajumu." Andre menerobos masuk kamarku tanpa ketuk tanpa pamit dan izin duluan.

Aku kaget dengan kedatangan Andre yang tiba-tiba, aku tarik tanganku yang berada pada posisi nyaman tadi. Wajahku memerah melihat Andre, aku memasang wajah bingung. Andre menatapku sinis sambil meletakkan bajuku di meja belajarku. Dengan wajah penuh maksud dia.....

"Nonton bokep kau kan bang? Sambil ngocok.... Ku bilang mamakku lah. Hahahaha..." gertak Andre sambil berlari ke arah pintu.

Aku kejar tuh bocah dan ku peluk erat, ku kunci pergerakannya sambil ku bekap mulutnya.

"Jangan bilang siapa-siapa." bisikku.
"Hem*$^&*#* hem*@#$%^%." susara Andre.
"Apa kau bilang?" tanyaku sambil melelonggarkan bekapanku di mulutnya.
"Ini, ada yang nekan." Andre mengisyaratkan kalau ada yang menekan bagian belakang punggungnya.

Aku melihat ke bawah dan ternyata yang dimaksud Andre sesuatu yang mengganjal dan menekan bagian pungungnya itu adalah pilatku. Aku terdiam sejenak dan memeluk mesra Andre dari belakang, Andre pun terdiam tak seperti biasanya meronta-ronta. Aku angkat Andre ke kasur tidurku dan dan ku bantingkan perlahan.

"Woi... Woi... Mukak kau itu, mukak sangek. Jauh... Jauh..." Andre cengengesan sambil menjauh dariku di kasur ke arah tembok yang menempel langsung pada sisi kasurku.
"Andreeeeee.......!" teriak mamak Andre.
"Ya mak." jerit Andre dari kamarku.
"Kok ribut kali kelen di atas?" tanya mamak Andre dengan lantangnya dari lantai 1.
"Belikan mamak pulsa dulu nak!" jerit mamak Andre lagi.
"Ya mak, bentar." teriak Andre sambil berlari meninggalkanku.

Segera Andre meninggalkanku dan menuruni tangga. Suasana kembali menjadi tenang dan damai setelah Andre meninggalkan kamarku. Aku mengambil seragam sekolahku yang dilemparkannya tadi ke meja belajarku dan aku pun merebahkan badan di kasurku. Masih teringat kejadian yang barusan terjadi dan sepertinya tubuhku ini lelah dan membutuhkan istirahat untuk menjelang hari esok yang cerah. Ku pejamkan mataku setelah mematikan lampu kamarku dan menutup pintu, ngantuk berat. Andi... Aku akan menjagamu.

****

Ku buka mataku di tengah gelapnya kamarku, masih terdengar sama susana pagi ini. Suara hiruk pikuk pasar pagi yang tak jauh dari kostanku. Sejenak aku terduduk di kasur kapukku dan memperhatikan ruangan sekitarku, sunyinya kamar ini menemaniku. Kalau jam segini masih belum terdengar suara Andre, mamak Andre juga nggak ada di sini kalau jam segini. Ibu kostku itu kalau pagi gini juga jualan di pajak (pasar). Sungguh pekerja keras, ibu kostku yang harus membesarkan anaknya sendiri harus berjuang keras.

"1,2,3,4,5,..........,9,10"
"1,2,3,4,5,..........,9,10"
"1,2,3,4,5,..........,9,10"
"1,2,3,4,5,..........,9,10"

Kegiatanku sehabis bangun tidur yang tak lain dan tak bukan adalah olahraga pagi. Sehabis olahraga biasanya aku mandi walau terkadang harus ngantri duluan dengan penghuni kostan yang lain. Pagi ini aku tak mendapati si Reza, mungkin dia sudah mandi atau mungkin juga belum mandi. Dinginnya pagi temani  setiap pagiku walau melihat kuli-kuli itu mandi menjadi rutinitas yang biasa ku lihat kalau tiap paginya. Tiap orang mempunyai kegiatannya masing-masing, semoga hari ini lebih baik dari hari semalam (kemaren).

DILARANG NGOCOK DI PAGI HARI.

Ada tulisan begitu di pintu kamar mandi umum tempat kostku. Hahahaha... Karena kegiatan ngocok pagi buat antrian makin panjang. Di kamar mandi luar yang terdapat bak panjangnya terdapat beberapa penghuni kost yang kerjanya buruh kasar sedang mandi bareng, karena mungkin nggak sempat atau malas ngantri kamar mandi yang pake bilik yang jumlahnya cuma ada tiga buah. Tapi aku nggak bisa mandi dengan keadaan terbuka seperti itu, tapi terbiasa liatin mereka mandi saja. Selanjutnya aku mandi di kamar mandi yang lebih privasi yang ada pintunya, semua masih aman terkendali.

****

Bersiap, pakai seragam, pakai minyak rambut, ambil kunci motorku si Zaki, dan aku pun menyusuri tangga dan mengeluarkan si Zaki. Panasin Zaki bentar dan selanjutnya go... Pagi ini aku belum sarapan, tapi aku ingin sekali sampai di sekolah itu paling awal sebelum semua datang. Ingin menanti kedatangan Andi memasuki pintu gerbang sekolah. Aneh nggak ya kalau laki nunggu laki juga? Hahahaha... Mungkin tersa aneh, tapi itulah aku yang tak ku buat-buatnya perasaan ini.

Hari ini aku mengenaka seragam batik khas sekolahku, seragam batik berwarna biru dengan celana putih. Menurutku celana putih itu merepotkan walau tampak bersih dan gagah., tapi kalau dah kotor payah bersihkannya. Satu-persatu penghuni sekolah ini pun mulai berdatangan dan sekarang sudah jam 7 pagi. Yang ku nanti masih belum juga datang, Apa Andi itu orangnya sering telat masuk sekolah ya? Entah lah... Ini juga masih hari kedua ku aku di sini. Perutku sudah mulai lapar dan aku pergi ke kantin sekolah untuk sarapan, mungkin pagi ini sarapan lontong aja. Santap pagi yang lumayan nikmat dan di tengah waktu santap lontongku si Andi datang ke kantin membeli cemilan. Kantin yang luasnya sekitaran 7x4 m2 ini cukup luas dengan menawarkan aneka snack dan sarapan pagi yang mengenyangkan. Ada 2 buah kantin di sini, tapi yang satu lagi aku belum pernah ke sana. Aku mempercepat sarapanku dan cap-cup menyamperin Andi.

"Andi...." sapaku sambil mendekatinya yang sedang membeli cemilan kripik ubi pedas.

Andi menoleh ke arahku dan mengabaikanku.

"Parah... Sok akrab. Yuk...." Andi dingin terhadapku dan pergi meninggalkanku bersama teman-temannya.

Hemmmm.... Masih bersikap dingin, mungkin masih marah kepadaku karena kejadian kemaren. Oke lah, aku pergi masuk ke kelas juga. Kelas yang luas dengan murid-murid yang terkenal pintar dikalangannya, mugnkin aku juga menjadi salah satunya. Cie... Sombong. Kursi depan mejaku masih kosong, Danu belum datang walau jam pelajaran sudah dimulai. Rendi di sisi ruangan yang lain, ada bebrapa memar juga di wajahnya tak ubanya dengan aku. Andi masih terliha cuek dan masih fokus terhadap pelajaran pagi ini. Setelah waktu berlalu dan terlihat membosankan, bel istirahat pertama pun berbunyi. Aku pergi langsung ke meja Andi untuk menyapanya lagi.

"An...."
"Ari, Rendi.... Ikut ibu bapak kantor." panggil seorang guru yang tak asing bagiku, Pak Fredy.

Aku dan Rendi pergi ke kantor guru dan nggak jadi nyamberin si Andi. Rendi terlihat diam saja, tak sepatah kata pun terlontar dari bibirnya yang manis dan tak juga melirik ke arahku. Di ruang guru aku dan Rendi disidang, karena apa ya? Apa kejadian kemaren siang sudah tercium ke kalangan guru? Tapi siapa yang laporin ya? Hemmmm... Jalani aja.

"Ari, Rendi! Kenapa wajah kalian birm-biram gitu?" tanya Pak Fredy.
"Nggak apa pak, kemarenan jatuh pak naik kereta (Sepeda motor)." jawabku.
"Kalau kau Ren? Kenapa bisa sama kau juga luka-luka kayak gitu?" tanya Pak Fredy ke Rendi.
"Dia ku bonceng pak, jadi jatuhnya bareng. Kan pas lewat rel kereta api itu pas sawitan itu pak jalannya berlubang, aku kurang hati-hati. Kan di situ jalannya aspal berlubang dan banyak batunya pak, entah kapanlah jalannan kita bagus pak. Asik korupsi aja pejabat kita, jadi nggak bener jalanan daerah kita pak." aku jawab pertanyaan Pak Fredy sambil merangkul Randi sambil tersenyum kaku.
"Iya kan Ren?" tanyaku ke Rendi sambil cengar-cengir.
"Betol itu Ren? Nggak berantam kelen?" bentak Pak Fredy.
"I... Iya pak." jawab Rendi terbata-bata sambil tertunduk.
"Tengok ke sini kalau ngomong sama orang tua! Nggak ada sopanmu." bentak Pak Fredy.

Perlahan Randi mengangkat wajahnya dan menatap wajah Pak Fredy dengan merah pucat. Sepertinya Rendi tak terbiasa dengan situasi seperti ini, aku jadi kasihan melihatnya.

"Baguslah kalau kelen akur-akur." ketus Pak Fredy sambil berdiri dan menepuk-nepuk pundak kami berdua.

Selanjutnya aku dan Randi pun pergi meninggalkan kantor guru menuju kelas dan jam pelajaran kedua pun sudah dimulai. Sepertinya Rendi itu bukanlah anak yang jahat atau pun bandal, tapi hanya ikut-ikut saja. Kalau ikut-ikut dalam masalah kebaikan itu sih nggak apa, tapi kalau ikut-ikutan dalam masalah keburukan itu yang harus dihindari. Hari ini tak jauh berbeda dengan hari sebelumnya, hanya saja kalau hari ini tak ada pertarungan di kelas walau masih tetap masuk kantor kena sidang.

****

Jam pelajaran terakhir telah usai dan seperti biasa Andi bergegas meninggalkan kelas, sepertiya dia masih enggan akrab denganku. Dasar adek yang menjengkelkan, tapi itulah tugas seorang adek, bikin kesel abangnya. Dua hari ini aku menjalani hidup di sekolah ini masih belum dapat respon yang bagus dari Andi, Andi masih saja enggan berteman denganku dan memeilih untuk mejauh. Aku harus menyusun staregi yang baik untuk bisa akran dengan Andi, tapi kalau di kostan ada aja bocah yang ganggu aktifitasku dan selalu berisik. Apa pun itu, aku akan tetap berusaha untuk menjaga Andi dan menyayanginya. Aku janji.

Bersambung....

_________________________________

Mozaik berikutnya.

Tubuh ini masih terasa lelah menjalani hari hariku disekolah yang kelihatan membosankan. Sore hari yang riuh dan ribet. Nie anak ngejengkelin, dah berisik gratil tangannya.

Tolooooongggggggggg........

"Woi, balekkan!" teriakku sambil mengejar Andre.

Gawat kalau ada yang tau sebuah kebiasanku yang tak biasa atau bersifat privasi diketahui orang meski mungkin sudah menajdi rahasia umum, tapi kan tetap malu. Kebandelan Andre sudah membuat mamaknya naik pitam dan akhirnya Andre pun di hukum untuk berdiri dekat pintu masuk kostan.

"Ndre... Dah makan kau?"
"Dah pigi mamak kau kawin lagi, jadi minta carikan jodoh dia sama wak endut. Hahahaha...."
"Diam kau nj*ng, kayak pep*k mulut kau, bising."

Mozaik berikutnya makan ayam goreng ala Amerika bersama Andre, wih... pulang kehujanan dan mamak Andre belum pulang juga. Ada hantu opung yang meninggal semalam (kemaren). Hahahaha...

"Isssssssss...... Nakutin aja dia pun. Bang, tunggu lah!"

Tidurlah Ndre dipelukanku.

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 3)
Anak Bandal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar