Gorila Tiger
"Turun
kau!" bentak Danu menghadang.
Ada beberapa
teman Danu bersamanya. Keliahatan dari wajah mereka, kalau mereka adalah para brandalan
pembuat onar. Jalanan yang sepi di dekat rel kereta api tanpa palang pintu di lahan
sawit yang mungkin punya warga, mereka berjajar. Cuaca yang panas dan terik
membakar kulit ini. Perasaan ini mulai nggak enak sejak pertama bertemu anak
ini. Di lihat dari tampangnya, memeng benar kalau dia adalah bos nya di sini.
Aku pun mencagakkan Zaki keretaku (sepeda motor) dan berdiri di sebelahnya. Aku
tau hal ini mungkin akan terjadi, tapi tak ku sangka secepat ini di hari
pertamaku sekolah. Sungguh prestasi yang luar biasa ya. Ada buat salah apa kau
ya sampai kepala pereman kelasku marah besar, atau ini termasuk salah satu MOS
dari ketua genk kelas. Aku nggak takut sih, tapi hanya bingung aja kenapa harus
terjadi sekarang.
"Woi..
Anj*ng, sini kau!" bentak Danu.
Aku pun
berjalan mendekati mereka tapi tetap masih jaga-jarak. Tapi kalau ku
pikir-pikir, nggak enak kalau lawan mereka semua. Sebaiknya aku kabur saja.
Oke, sudah di putuskan. Cari aman... Langkah seribu.
Wuzzzzz......
Aku pun berlari
ke arah rel kereta api di susul dengan mereka berempat.
"Woi,
jangan lari kau anj*ng!" teriak Danu.
Emang aku
pikirin. Lari aja deh....
Akhirnya
kejar-kejaran di rel kereta api pun terjadi. Lumayan juga nie berlarian di
terik matahari, keringat ini pun mulai bercucuran. Capek... Kalau aku berhenti
akan terjadi pertarungan, tapi kayaknya mereka berhasil mendekatiku. Kerah
bajuku pun ditarik salah satu dari mereka.
"Berhenti
kau anj*ng!" teriak Danu dan satu pukulan pun melesat dan aku tak bisa
menghindarinya walau dapat ku minimalisir dampak serangannya.
Pukulan yang
sedikit miss atau meleset tapi tetap saja sudah menyentuh pipiku yang mulus ini
tanpa jerawat. Serangan berikutnya pun di arahkan ke perutku dari tendangan
lutut Danu tapi aku sempat menahan lututnya dengan kedua telapak tanganku. Tapi
pada sisi yang lain, 2 tangan telah memukul punggungku dan membuatku tak bisa
menjaga keseimbangan dan jatuh ke bebatuan pinggiran rel kereta api. Tak
berhenti di situ saja, sebuh tendangan keras menghantam tubuh ini dan aku pun
terguling dari tempat jatuhku yang pertama.
Aduhhhhh.....
Sakit juga.
Walau badanku
ini sudah ku latih otot-ototnya, tapi tetaplah terasa kalau dipukul kayak
begini. Perlahan aku bangkit dan ku pegang perutku bekas tendangan tadi, sakit.
Wajah mereka bagaiakan sekelompok gorila
kelaparan, muka beruk. Aku nggak boleh lengah, kalau sampai lengah lagi aku
akan habis. Aku pun berdiri tegak menantang mereka dengan tatapan yang tajam
dan aku tak akan kalah. Oke aku siap.
****
Danu dan ketiga
temannya berlari ke arahku, dan aku pun bersiap-siap untuk serangan-serangan
yang akan mereka lancarkan. Danu melancarkan tinjunya diikuti seorang temannya,
aku menghindari dua pukulan itu dan menepisnya dengan kedua tanganku. Aku pun
memasang kuda-kuda dan menendang betis Danu yang membuatnya oleng serta
menendang punggung temannya yang satu lagi (rising wind). Selanjutnya ada dua
pukulan lagi yang mengarah kepadaku, dan pukulan pertamaku tangkap dan ku
kunci. Dengan cepat ku balikkan badannya sehingga tangan kanannya terpelintir
dan ku tendangkan ke arah temannya yang sedang dalam posisi meninju ke arahku
dan mereka pun bertabrakan. Danu dan teman-temannya bangkit kembali dan
menyerangku dari berbagai arah.
Bag... Buk...
Bag...
Bunyi kronologi
pukul memukul yang terjadi di tengah terik matahari. Pukul, tendang, pukul,
menghindar, tahan, pukul, tendang.... Nggak ada abisnya kalau diceritaain satu
persatu. Stamina kita juga sudah banyak terkuras, keringat ini sudah menetes
dengan derasnya. Sudah mau kehabisan nafas, nafas ini sudah tersenggal-senggal.
Aku berusaha untuk bangkit dan harus tegak berdiri. Badan ini sudah terasa
sakit-sakit semua kena pukul dan tendang, karena tidak bisa juga semua serangan
itu ku tepis atau ku tangkis. Akhirnya terjadilah baku hantam antara aku gank
nya Danu, tapi aku harus tetap hati-hati agar tidak menyerang bagian-bagian
yang vital. Menurutku mereka itu semuanya adalah adekku, walau mereka tersesat
dalam prilaku brandalan kayak gini. Harus selesai acara pukul-pukulan seperti
ini, makin lama aku yang kehabisan energi.
Danu dan
teman-temannya kelihatan lelah karena telah menguras banyak tenaga, begitu juga
aku yang hampir kehabisan nafas. Masih berada di sekitar pinggiran rek kereta
api, mereka masih saja ingin melanjutkan pertarungan ini. Danu berlari ke
arahku, kepalan tinjunya melayang ke arahku. Ku tepis pukulan Danu dan ku
berikan sebuah tendangan yang cukup keras pada perutnya. Ups... Danu terpental
ke rel kereta dan berusaha untuk bangkit kembali. Seseorang teman Danu
mengunciku dari belakang dan memelukku erat, sedangkan 2 orang lagi tiba-tiba
memegang kedua tanganku kiri dan kanan.
Waduh... Bisa
gawat ini.
Toooooooooooooooooooonnnnnnnnnnnnnnnnn
Toooooooooooooooooooonnnnnnnnnnnnnnnnn
Terdengar suara
klakson kereta api dan tampak sebuah kereta api yang melaju dengan cepatnya.
Danu masih berdiri lemas dan terpaku di tengah rel kereta itu sedangkan ketiga
teman Danu, masih memegangiku. Apa yang harus ku lakukan dengan keadaan seperti
ini? Danu dan ketiga temannya malah melongo kaget dengan kereta yang melintas.
"Danu.......
Awas!" teriakku.
*****
Suasana menjadi
gelap, aku mendengar suara tangisan anak kecil.
"Kak...
Jangan pergi!" rengek anak kecil itu sambil menangis.
"Mas
Herman....... Mas! Jangan bawa Oky mas.........." terdengar suara seorang
wanita menangis sambil memelas.
"Woi...
Anji*ng, lepasin!" terdengar suara teriakan Danu.
Ku buka mataku
dan ku rasakan kalau aku sedang memeluk seseorang dengan kencang sambil
telentang di bebastuan yang tajam rel kereta api. Aku merasakan sakit di
beberapa bagian tubuhku terutama bagian lutut
kiri, siku tangan sebelah kiri dan keninggu. Terasa perih dan agak sakit
untuk digerakkan.
"Lepasin
anj*ng!" teriak Danu ku dengar lagi masih dalam dekapanku.
Ketiga temannya
datang menghampiriku dan Danu pun ku lepaskan dari dekapanku.
"Dan...
Kau nggak apa?" tanya salah seorang temannya.
"Nggak apa
Ren..." jawab Danu.
"Mati
kau......" teriak teman Danu yang satu itu sambil berlari ke arahku dan
memasang kuda-kuda untuk menendangku yang masih terbaring kaku menikmati
bebatuan tajam yang panas ini di punggungku.
"Rendi....!
Mundur!" teriak Danu keras.
Orang tersebut
ternyata bernama Rendi, dan dia akhirnya mengurungkan niatnya untuk
menendangku. Ku lihat Danu dan komplotannya pergi menjauh meninggalkanku.
Sesekali Danu menoleh ke belakang dan memperhatikanku yang terbujur kaku dengan
luka goresan batu yang tajam di mana-mana. Dasar brandalan tak tau diuntung,
tapi ya sudahlah.
Masih terbaring
aku sambil mengingat apa yang terjadi barusan.
"Danu....
Awas!" teriakku.
Aku segera
melepaskan kuncian teman Danu yang memegang tangan kananku dengan menginjak
kakinya dengan keras, ketika dia kaget dan kunciannya loggar aku segera menarik
tangan kananku dan melancarkan serangan "Uppercut" dan Teman Danu pun
oleng. Ku tarik tangan kiriku dengan keras sehingga teman Danu yang di mengunci
tangan kiriku tertarik dan ku peluk erat dengan tangan kananku. Aku mencium
bibirnya yang berwarna pink itu membuatnya sontak melepaskanku dan mundur 3
petak. Setelah kedua tanganku bebas aku sergap kont*l teman Danu yang pengunci
badanku dari belakang dengan menggunakan tangan kiriku. Saat dia mulai mundur
menghindari tanganku, konsentrasi kunciannya menjadi tak stabil sehingga aku
dapat mematahkan kunciannya dengan dengan segera menunduk dan tangan kananku
meraih kepalanya dan membantingnya. Triple kill..... Aku langsung berlari
kearah Danu dan melompat menerkamnya bagai harimau yang kelaparan.
****
Aku berusaha
untuk bangkit dan pergi menuju pinggir jalan sawit tadi di mana Zaki ku
cagakkan, alhamdulillah nggak hilang. Ku engkol-engkol sepeda motorku tapi kok
nggak mau hidup ya? Sebaiknya ku cek apa kendalannya.
Minyak (BBM),
Oke. Starter, emang nggak ada. Coba ku cek businya, sepertinya businya kotor.
Setelah membersihkan busi ku coba untuk hidupkan kembali dengan mengengkolnya.
Awalnya nggak hidup-hidup, tapi dah hidup kok. Aku sepertinya harus ke bengkel
untuk beli busi karena busiku sudah tua dan api nya juga sudah nggak jelas.
Mengendarai Zaki dengan kondisi yang tidak prima, akunya yang dah belur dan
zaki juga sudah uhuk uhuk. Maaf ya Zaki, aku sepertinya kurang melakukan
perawatan terhadapmu.
****
"Loh,
kenapa bang?" tanya ibu kost.
"Nggak apa
nde. Tadi jatuh, makanya agak sedikit lecet." jawabku sambil memasukkan
Zaki si sepeda motor kijangku.
"Diobati
teros bang lukanya, cuci pake air hangat, teros kasi betadin." nasehat ibu
kost.
"Iya nde,
makasih." jawabku.
"Ndre,
ambilakan dulu betadin sayang!" seru ibu kost kepada anaknya.
Terlihat
seorang bocah yang asik lagi kutak-katik hp. Bocah yang mengenakan celana
pendek biru dengan kaos singlet putih. Celana SMP, tuh bocah masih SMP ya.
"Mamak
lah!" jawab anak ibu kost.
"Cepatlah
nakku, minta tolong mamaknya." sekali lagi ibu kost meminta kepada anaknya
untuk diambilkan betadin.
"Is, mamak
pun. Kalah aku jadinya. Entak apa mamak urus-urus anak orang itu." jawab
anak ibu kost yang bernama Andre itu.
"Memang
bebi lah kau, tak bisa mamaknya minta tolong. Tak usah kau pegang pegang hp
itu. Sini hp nya!" bentak mamak Andre sambil mengambil hp dari tangan
Andre dan pergi mengambilkan betadin untukku.
Aku tersenyum
saja melihat tingkah anak satu ini, ngeselin tapi juga ngegemesin. Selanjutnya
aku pergi bawa betadin ke kamarku. Perlahan ku naiki tangga dan aku masih
merasa beberapa bagian tubuhku masih terasa sakit akibat pukulan Danu dkk. Aku
melepas pakaianku dan menggantungnya di lemari. Sekarang aku hanya menggunakan
boxer dan duduk di pinggir kasurku sambil menghayalkan masa-masa kecilku dahulu
bersama Andi. Betapa aku menyayangi Andi adekku.
"Bang, ini
tarok mana?" Andre sudah di kamarku menyadarkanku dari lamunanku dengan
membawa sebaskom air hangat dengan handuk kecil.
Duh... Nie anak
bukan permisi dulu masuk kamar orang, main nyelonong aja. Untung aku nggak
bugil, tapi ya pake boxer gini malu juga lah. Mudah-mudahan dia nggak kepoin
aku.
"Tarok aja
di sini." ujarku sambil menunjuk ke lantai dekat kasurku.
"Ih,
banyak biram badan kau bang." seru Andre.
"Berantam
kau kan? Nggak jatuh kau kan?" tanya Andre lagi.
"Seeeettttttt....
Diam aja, jangan bilang mamakmu." pintaku.
"Apa
pulak. Ku bilang nanti kau bang berantam. Hahaha...." ejek Andre.
Tak....
Ku jitak
kepalanya.
"Duh.
Sakit bodat." seru Andre.
"Salah kau
sendiri bising." jawabku.
Setelah
membersihkan luka dengan air hangat ku lanjutkan dengan memberi betadin. Andre
membantuku untuk membersihkan dan mengobati lukaku. Walau bandal dan berisik,
aku sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Andre di hidupku. Aku merasakan
memiliki seorang teman di sini, teman yang seperti adekku sendiri.
****
"Nande,
mau tanya nie. Tukang jahit disekitaran sini ada nggak nde? Aku mau jahit
atribut sekolah." tanyaku kepada mamak Andre.
"Ada, tapi
agak jauh. Sini, biar ku jahitkan. Ada nya mesin jahitku itu. Butuh cepat?"
ujar mamak Andre sambil tanyaku balik.
"Untuk
besok sih nde, besok mau dipake pas sekolah." jawabku.
"Oh, ya...
Bentarlah ya. Nati ku jahitkan, ini aku mau pergi belanja dulu." ketus
mamak Andre.
"Iya, nde,
makasih." syukurku sambil memberikan seragamku dan beberapa atribut yang
akan dipasang.
Beruntungnya
aku dapat tempat kostan seperti ini, orangnya baik. Cuma rada bising aja
anaknya, tapi nggak apa lah jadi rame suasana nggak kayak kuburan. Suasana
kostan jadi ceria dan penuh dengan canda tawa, tapi aku kurang akrab dengan
penghuni kostan yang lain kecuali si Reza.
****
Jam 8 malam
setelah selesai makan, aku berbaring di kasurku sambil kutak-katik hp. Perlahan
kususupkan tanganku de dalam celana pendekku membelai lembut si otong. Fokus
melihat scan demi scan adegan yang bisa buat lupa diri ini, terdengar suara
pintu terbuka dengan cepatnya.
"Bang, ini
bajumu." Andre menerobos masuk kamarku tanpa ketuk tanpa pamit dan izin
duluan.
Aku kaget
dengan kedatangan Andre yang tiba-tiba, aku tarik tanganku yang berada pada
posisi nyaman tadi. Wajahku memerah melihat Andre, aku memasang wajah bingung.
Andre menatapku sinis sambil meletakkan bajuku di meja belajarku. Dengan wajah
penuh maksud dia.....
"Nonton
bokep kau kan bang? Sambil ngocok.... Ku bilang mamakku lah. Hahahaha..."
gertak Andre sambil berlari ke arah pintu.
Aku kejar tuh
bocah dan ku peluk erat, ku kunci pergerakannya sambil ku bekap mulutnya.
"Jangan
bilang siapa-siapa." bisikku.
"Hem*$^&*#*
hem*@#$%^%." susara Andre.
"Apa kau bilang?"
tanyaku sambil melelonggarkan bekapanku di mulutnya.
"Ini, ada
yang nekan." Andre mengisyaratkan kalau ada yang menekan bagian belakang
punggungnya.
Aku melihat ke
bawah dan ternyata yang dimaksud Andre sesuatu yang mengganjal dan menekan
bagian pungungnya itu adalah pilatku. Aku terdiam sejenak dan memeluk mesra
Andre dari belakang, Andre pun terdiam tak seperti biasanya meronta-ronta. Aku
angkat Andre ke kasur tidurku dan dan ku bantingkan perlahan.
"Woi...
Woi... Mukak kau itu, mukak sangek. Jauh... Jauh..." Andre cengengesan
sambil menjauh dariku di kasur ke arah tembok yang menempel langsung pada sisi
kasurku.
"Andreeeeee.......!"
teriak mamak Andre.
"Ya
mak." jerit Andre dari kamarku.
"Kok ribut
kali kelen di atas?" tanya mamak Andre dengan lantangnya dari lantai 1.
"Belikan
mamak pulsa dulu nak!" jerit mamak Andre lagi.
"Ya mak,
bentar." teriak Andre sambil berlari meninggalkanku.
Segera Andre
meninggalkanku dan menuruni tangga. Suasana kembali menjadi tenang dan damai
setelah Andre meninggalkan kamarku. Aku mengambil seragam sekolahku yang
dilemparkannya tadi ke meja belajarku dan aku pun merebahkan badan di kasurku.
Masih teringat kejadian yang barusan terjadi dan sepertinya tubuhku ini lelah
dan membutuhkan istirahat untuk menjelang hari esok yang cerah. Ku pejamkan
mataku setelah mematikan lampu kamarku dan menutup pintu, ngantuk berat.
Andi... Aku akan menjagamu.
****
Ku buka mataku
di tengah gelapnya kamarku, masih terdengar sama susana pagi ini. Suara hiruk
pikuk pasar pagi yang tak jauh dari kostanku. Sejenak aku terduduk di kasur
kapukku dan memperhatikan ruangan sekitarku, sunyinya kamar ini menemaniku.
Kalau jam segini masih belum terdengar suara Andre, mamak Andre juga nggak ada
di sini kalau jam segini. Ibu kostku itu kalau pagi gini juga jualan di pajak
(pasar). Sungguh pekerja keras, ibu kostku yang harus membesarkan anaknya
sendiri harus berjuang keras.
"1,2,3,4,5,..........,9,10"
"1,2,3,4,5,..........,9,10"
"1,2,3,4,5,..........,9,10"
"1,2,3,4,5,..........,9,10"
Kegiatanku
sehabis bangun tidur yang tak lain dan tak bukan adalah olahraga pagi. Sehabis
olahraga biasanya aku mandi walau terkadang harus ngantri duluan dengan
penghuni kostan yang lain. Pagi ini aku tak mendapati si Reza, mungkin dia
sudah mandi atau mungkin juga belum mandi. Dinginnya pagi temani setiap pagiku walau melihat kuli-kuli itu
mandi menjadi rutinitas yang biasa ku lihat kalau tiap paginya. Tiap orang
mempunyai kegiatannya masing-masing, semoga hari ini lebih baik dari hari
semalam (kemaren).
DILARANG NGOCOK
DI PAGI HARI.
Ada tulisan
begitu di pintu kamar mandi umum tempat kostku. Hahahaha... Karena kegiatan
ngocok pagi buat antrian makin panjang. Di kamar mandi luar yang terdapat bak
panjangnya terdapat beberapa penghuni kost yang kerjanya buruh kasar sedang
mandi bareng, karena mungkin nggak sempat atau malas ngantri kamar mandi yang
pake bilik yang jumlahnya cuma ada tiga buah. Tapi aku nggak bisa mandi dengan
keadaan terbuka seperti itu, tapi terbiasa liatin mereka mandi saja.
Selanjutnya aku mandi di kamar mandi yang lebih privasi yang ada pintunya,
semua masih aman terkendali.
****
Bersiap, pakai
seragam, pakai minyak rambut, ambil kunci motorku si Zaki, dan aku pun
menyusuri tangga dan mengeluarkan si Zaki. Panasin Zaki bentar dan selanjutnya
go... Pagi ini aku belum sarapan, tapi aku ingin sekali sampai di sekolah itu
paling awal sebelum semua datang. Ingin menanti kedatangan Andi memasuki pintu
gerbang sekolah. Aneh nggak ya kalau laki nunggu laki juga? Hahahaha... Mungkin
tersa aneh, tapi itulah aku yang tak ku buat-buatnya perasaan ini.
Hari ini aku
mengenaka seragam batik khas sekolahku, seragam batik berwarna biru dengan
celana putih. Menurutku celana putih itu merepotkan walau tampak bersih dan
gagah., tapi kalau dah kotor payah bersihkannya. Satu-persatu penghuni sekolah
ini pun mulai berdatangan dan sekarang sudah jam 7 pagi. Yang ku nanti masih
belum juga datang, Apa Andi itu orangnya sering telat masuk sekolah ya? Entah
lah... Ini juga masih hari kedua ku aku di sini. Perutku sudah mulai lapar dan
aku pergi ke kantin sekolah untuk sarapan, mungkin pagi ini sarapan lontong
aja. Santap pagi yang lumayan nikmat dan di tengah waktu santap lontongku si
Andi datang ke kantin membeli cemilan. Kantin yang luasnya sekitaran 7x4 m2
ini cukup luas dengan menawarkan aneka snack dan sarapan pagi yang
mengenyangkan. Ada 2 buah kantin di sini, tapi yang satu lagi aku belum pernah
ke sana. Aku mempercepat sarapanku dan cap-cup menyamperin Andi.
"Andi...."
sapaku sambil mendekatinya yang sedang membeli cemilan kripik ubi pedas.
Andi menoleh ke
arahku dan mengabaikanku.
"Parah...
Sok akrab. Yuk...." Andi dingin terhadapku dan pergi meninggalkanku
bersama teman-temannya.
Hemmmm....
Masih bersikap dingin, mungkin masih marah kepadaku karena kejadian kemaren.
Oke lah, aku pergi masuk ke kelas juga. Kelas yang luas dengan murid-murid yang
terkenal pintar dikalangannya, mugnkin aku juga menjadi salah satunya. Cie...
Sombong. Kursi depan mejaku masih kosong, Danu belum datang walau jam pelajaran
sudah dimulai. Rendi di sisi ruangan yang lain, ada bebrapa memar juga di
wajahnya tak ubanya dengan aku. Andi masih terliha cuek dan masih fokus terhadap
pelajaran pagi ini. Setelah waktu berlalu dan terlihat membosankan, bel
istirahat pertama pun berbunyi. Aku pergi langsung ke meja Andi untuk
menyapanya lagi.
"An...."
"Ari,
Rendi.... Ikut ibu bapak kantor." panggil seorang guru yang tak asing
bagiku, Pak Fredy.
Aku dan Rendi
pergi ke kantor guru dan nggak jadi nyamberin si Andi. Rendi terlihat diam saja,
tak sepatah kata pun terlontar dari bibirnya yang manis dan tak juga melirik ke
arahku. Di ruang guru aku dan Rendi disidang, karena apa ya? Apa kejadian
kemaren siang sudah tercium ke kalangan guru? Tapi siapa yang laporin ya?
Hemmmm... Jalani aja.
"Ari, Rendi!
Kenapa wajah kalian birm-biram gitu?" tanya Pak Fredy.
"Nggak apa
pak, kemarenan jatuh pak naik kereta (Sepeda motor)." jawabku.
"Kalau kau
Ren? Kenapa bisa sama kau juga luka-luka kayak gitu?" tanya Pak Fredy ke
Rendi.
"Dia ku
bonceng pak, jadi jatuhnya bareng. Kan pas lewat rel kereta api itu pas sawitan
itu pak jalannya berlubang, aku kurang hati-hati. Kan di situ jalannya aspal
berlubang dan banyak batunya pak, entah kapanlah jalannan kita bagus pak. Asik
korupsi aja pejabat kita, jadi nggak bener jalanan daerah kita pak." aku
jawab pertanyaan Pak Fredy sambil merangkul Randi sambil tersenyum kaku.
"Iya kan
Ren?" tanyaku ke Rendi sambil cengar-cengir.
"Betol itu
Ren? Nggak berantam kelen?" bentak Pak Fredy.
"I... Iya
pak." jawab Rendi terbata-bata sambil tertunduk.
"Tengok ke
sini kalau ngomong sama orang tua! Nggak ada sopanmu." bentak Pak Fredy.
Perlahan Randi
mengangkat wajahnya dan menatap wajah Pak Fredy dengan merah pucat. Sepertinya
Rendi tak terbiasa dengan situasi seperti ini, aku jadi kasihan melihatnya.
"Baguslah
kalau kelen akur-akur." ketus Pak Fredy sambil berdiri dan menepuk-nepuk
pundak kami berdua.
Selanjutnya aku
dan Randi pun pergi meninggalkan kantor guru menuju kelas dan jam pelajaran
kedua pun sudah dimulai. Sepertinya Rendi itu bukanlah anak yang jahat atau pun
bandal, tapi hanya ikut-ikut saja. Kalau ikut-ikut dalam masalah kebaikan itu
sih nggak apa, tapi kalau ikut-ikutan dalam masalah keburukan itu yang harus
dihindari. Hari ini tak jauh berbeda dengan hari sebelumnya, hanya saja kalau hari
ini tak ada pertarungan di kelas walau masih tetap masuk kantor kena sidang.
****
Jam pelajaran
terakhir telah usai dan seperti biasa Andi bergegas meninggalkan kelas,
sepertiya dia masih enggan akrab denganku. Dasar adek yang menjengkelkan, tapi
itulah tugas seorang adek, bikin kesel abangnya. Dua hari ini aku menjalani
hidup di sekolah ini masih belum dapat respon yang bagus dari Andi, Andi masih
saja enggan berteman denganku dan memeilih untuk mejauh. Aku harus menyusun
staregi yang baik untuk bisa akran dengan Andi, tapi kalau di kostan ada aja
bocah yang ganggu aktifitasku dan selalu berisik. Apa pun itu, aku akan tetap
berusaha untuk menjaga Andi dan menyayanginya. Aku janji.
Bersambung....
_________________________________
Mozaik berikutnya.
Tubuh ini masih terasa lelah menjalani hari hariku disekolah yang kelihatan
membosankan. Sore hari yang riuh dan ribet. Nie anak ngejengkelin, dah berisik
gratil tangannya.
Tolooooongggggggggg........
"Woi,
balekkan!" teriakku sambil mengejar Andre.
Gawat kalau ada yang tau sebuah kebiasanku yang tak biasa atau bersifat
privasi diketahui orang meski mungkin sudah menajdi rahasia umum, tapi kan
tetap malu. Kebandelan Andre sudah membuat mamaknya naik pitam dan akhirnya
Andre pun di hukum untuk berdiri dekat pintu masuk kostan.
"Ndre...
Dah makan kau?"
"Dah pigi
mamak kau kawin lagi, jadi minta carikan jodoh dia sama wak endut.
Hahahaha...."
"Diam kau
nj*ng, kayak pep*k mulut kau, bising."
Mozaik
berikutnya makan ayam goreng ala Amerika bersama Andre, wih... pulang kehujanan
dan mamak Andre belum pulang juga. Ada hantu opung yang meninggal semalam
(kemaren). Hahahaha...
"Isssssssss......
Nakutin aja dia pun. Bang, tunggu lah!"
Tidurlah Ndre
dipelukanku.
KESATRIA PENJAGA (Mozaik 3)
Anak Bandal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar