Jangan Bilang Siapa-siapa
"Andre...."
ku tarik tangan Andre dan ku dekap dia dalam pelukanku.
Andre terhenti sejenak
tanpa berkata apa pun.
"Dah ah...
Lepasin. Jijik aku nengok kau, homo." Andre berusaha melepaskan diri dari
dekapanku.
Keadaan hening
malam hari di penginapan dengan sebuah pelukan hangat. Gerakan Andre aku tau
tak seperti biasa keras dan tajam, tapi kali ini tolakannya terasa cuma karena
menutupi gengsinya aja. Kalau dari awal Andre nggak nyaman denganku, sudah
jauh-jauh hari dia nggak main ke kamarku dan nggak akrab denganku. Suasana
begitu tenang dan sudah tidak ada lagi tolakan dari Andre. Perlahan ku wajahku
pun semakin mendekat dengan wajah Andre. Mata Andre pun terpejam seolah sudah
setuju akan kelanjutan kasih sayangku. Bibir ini pun menyatu dengan bibir
Andre, terasa sangat lembut.
Emmmmm....
Lidah ini
bersatu saling bersahutan walau terasa begitu kaku, mungkin ini adalah kali
pertama bagi Andre. Ku hentikan ciuman ini dan ku tatap wajah Andre yang kian
memerah. Andre membuka matanya dan menatap mataku seolah ada sebuah rasa hangat
dan tenang dari pancaran matanya.
"Andre...
Aku sayang sama kau."
"Tapi
abang kan punya adek, bang Andi." jawab Andre.
"Sayangku
ke Andi itu wajar kalau seorang abang sayang sama adeknya, tapi menurutku kan
nggak masalah kalau aku juga menyayangimu juga. Aku bingung mau bilang kayak
mana, tapi yang pasti aku sayang samamu."
Andre tertunduk
sejenak dan menatapku balik.
"Mau kau
jadi pacar abang?"
"Eh... Aku
dah ada cewek yo si Marta."
"Abang kan
nggak ngurusin cewekmu, mau sepuluh pun nggak ada sangkut pautnya samaku."
"Iya-iya."
jawab Andre.
"Kau sayang
nggak sama abang?" tanyaku serus dengan nada berbisik di telinganya.
"Sa...
Sayanglah bang."
"Ya sudah,
itu dah cukup samaku."
"Aku
sayang sama kau."
Andre masih
dalam dekapanku dan kini lidah kita bersatu kembali. Saling bertukaran air
liur, menghangatkan suasana malam ini. Lupakan semua masalah, tinggalkan beban
di pundak ini yang berat ini sejenak. Aku tidak ingin kehangatan ini rusak
karena semua permasalahan yang kini semakin banyak dan berat di pundak ini. Aku
sangat menyayangi Andre, dan aku merasakan kenyamanan yang ku rindukan.
Hari-hariku yang sepi dan penuh kekosongan, telah terisi sejak kehadiran Andre
dalam hidupku. Walau berisik dan menyebalkan bisa buat naik tensi, tapi aku
merasa gembira saat dia berada di sisiku. Aku tak ingin semua ini cepat
berlalu.
"Andre...."
"Andre
sayang sama abang kan?"
Andre
menganggukkan kepalanya perlahan. Betapa bahagianya diriku bisa mendapatkan
kasih sayang seseoarang yang juga ku sayangin, seorang bocah kelas VII SMP. Ku
depat erat tubuh Andre dan Andre pun juga akhirnya memelukku dan melingkarkan
tangannya di badanku. Ku cium lehernya perlahan.
"Ahhhh..."
refleks Andre sambil menggelinjang.
Terlihat kalau
rambut-rambut halus di tangan dan lehernya berdiri.
"Kenapa
Ndre?" tanyaku.
"Ge... Geli
bang, kenak kumis abang." jawab Andre.
"Tahan
dikit lah, kan nggak digigit." bisikku.
"I... Iya
bang. Ekk..." jawab Andre sambil menahan geli di lehernya.
Pahaku
tersentuh oleh sesuatu benda tumpul yang keras yang terlapisi kain. Sebuah
getaran yang timbul dari desah nafas Andre yang tersenggal-senggal. Andre
berusaha sekuat tenaga untuk menahan geli, karena mungkin daerah leher adalah
salah satu bagian yang sangat sensitif dari tubuh Andre. Aku mulai merunduk dan
menyusuri leher Andre turun ke bawah, maka ku dapati sebuah dada yang bidang.
Tubuh Andre tidak begitu gemuk atau kurus banget, menurutku cukup bagus dengan
warna kulit yang agak kecoklatan. Walau kulit Andre tidak lah putih seperti
orang Cina, tapi menurutku sangat eksotis warna kulitnya khas pribumi
Indonesia.
Perlahan ku
cium puting Andre kiri dan kanan yang tak mengenakan baju. Terlihat Andre
sedang menahan geli yang dirasakannya. Detak jantungnya berdegup dengan
kencangnya, tampak telihat getaran itu di dadanya.
"Ehhhh....
Ehhhh...." suara erangan kecil Andre mulai terdengar dari bibirnya yang
pink itu.
Aku tak ingin
berhenti di sini dan aku menyusuri berut Andre dan memberikan kecupan-kecupan
ringan di pertunya yang tak begitu sixpack, tapi terasa juga kotak-kotak
perutnya sedikit.
"Ehhhhh..."
suara Andre melenguh.
Tangan Andre
memegang kepalaku dan memberikan sedikit tekanan mengisyaratkan agar aku
menjauhkan kepalaku dari perutnya. Tapi tekanan itu tidaklah begitu berarti, aku
masih melanjutkan ciuman manjaku di perut Andre. Aku masih belum selesai sampai
di sini, aku masih ingin melanjutkan kehangatan cinta ini lagi ke bawahnya.
Terasa sesuatu benda tumpul tegak menjulang menantang langit, sesuatu yang tadi
ku rasakan di pahaku, perutku dan kini di wajahku. Aku cium perlahan dan lembut
dari balik sebuah handuk yang Andre kenakan saat ini. Andre berusaha memberikan
dorongan ke kepalaku untuk aku meninggalkan bagian itu, tapi aku masih ngotot
dan bersikeras tak ingin lewatkan suatu hal penting. Ku buka perlahan handuk
Andre ke bawah, tapi tangan Andre memegangi erat handuknya. Aku masih
membenamkan wajahku di tengah selangkangan Andre yang masih ada handuknya.
"Baa..ng....
Ja...jangan." pinta Andre dengan nada terputus dan tertahan.
Aku tarik
kepalaku dan menatap wajah Andre. Ku lihat nafas Andre sudah ngos-ngosan, tak
tahan menahan rasa deg-degan ini. Tanganku masih berusaha melolosi handuk
Andre, tapi tangan Andre masih enggan melepaskan pegangannya darihanduk yang
terlilit di pinggangnya. Perlahan tapi pasti, handuk Andre mulai turun terlepas
dan mulai terlihat serumpun rambut halus yang tak begitu banyak dari pangkal
sebuah senjata tumpul.
"Ja..jangan
bang." sekali lagi Andre menahanku.
Aku masih saja
menarik celananya perlahan dan akhirnya celana Andre turun juga sampai ke
pahanya. Andre berusaha menutupi senjatanya dengan kedua tangannya, tapi aku
membujuk Andre dengan memberi isyarat agar Andre membuka kedua tangannya.
Akhirnya tangan Andre dibukanya perlahan dan sebuah benda tumpul yang ukurannya
kira-kira segenggamanku berwarna cokelat terang terkacung di hadapanku. Sebuah
senjata pusaka yang sangat privasi dan menjadi simbolis untuk keperkasaan
seoarang pria. Dan aku tidak ingin menunggu lama lagi.
"Baa...ng...
Jang...^$#.." larangan Andre tertahan dan berhenti keluar dari bibirnya.
Hap...
Senjata tumpul
Andre sudah menghilang dari pandangan. Mulut ini telah menyembunyikan senjata
Andre yang seukuran segenggamku.
Emmmmm....
Emmmmm....
Tangan Andre
berusaha melepaskan kepalaku dari senjatanya. Tapi sepertinya Andre sudah tak
memiliki cukup tenaga untuk melawan rasa ini.
"U... Udah
bang... Gee... Geliii." seru Andre sambil sersenggal-senggal.
Aku mempercepat
gerakanku maju mundur dengan memainkan lidahku di benada tumpul kepemilikan
Andre. Sekarang tangan Andre tak lagi mendorongku tapi meremas rambutku yang
hitam dan berpangkas pendek walau sudah agak panjang. Tubuh Andre bergetar
seperti tak dapat menahan sensasi yang luar biasa ini. Aku tak bisa menahan
rasa haus ini, haus yang tak dapat hilang dengan seceret air.
"Uggg...
Uggg..." suara Andre tertahan.
Andre terlihat
menggit bibirnya sambil meremas rambutku keras.
"Ugggg...
Uggggg..." erangan Andre tertahan.
Aku masih saja melancarkan
seranganku dan ku percepat gerakanku.
"Ugggg....
Bang, aku mau kencing...." seru Andre.
"Ud%#$h
ken%#$ng aja." suaraku tak jelas (sudah kencing aja) jawabku.
"Uggggg......"
suara Andre tertahan sambil mencengkram rambutku keras.
Andre menahan
kepalaku dan...
Glegg glegg...
Sesuatu yang
hangat dan agak asin terasa di lidahku
terus mengalir ke krongkonganku. Tubuh Andre bergeta hebat dan ku
lepaskan mulutku dari kont*l Andre.
Pop...
Tubuh Andre
terkulai lemas kehilangan pondasi. Kakinya yang gemetaran itu tak sanggup lagi
menahan berat bobot tubuhnya. Aku memeluk tubuh Andre yang lemas tak bertenaga,
kakinya tak sanggup lagi untuk berdiri. Akhirnya ku gendong tubuh Andre dan ku
baringkan di atas kasur yang empuk. Suasana kamar masih sangat tenang di tambah
cahaya lampu yang terang. Nafas Andre masing tersenggal-senggal dan tubuhnya
masih terbujur lemas tak bertenaga. Ku pandangi tubuh Andre dari ujung rambut
ke ujung kakinya. Perlahan aku mendatanginya dan mendekap tubuhnya yang masih terkulai
lemas. Sebuh pelukan hangat. Ku cium leher Andre dan ku rasakan tariak nafasnya
di telingaku.
"Emmmmhhhh.....
Emmmmmmhhhhh...."
Ku ciumi terus
lehernya, tapi aku nggak mau membuat sebuah cupangan karena bisa bahaya kalau
buat barang bukti yang tampak jelas.
"Ehhh...."
erang Andre.
Sepertinya
kumis tipisku menggelitik lehernya membuat rambut-rambut halus di tangan dan
lehernya menjadi berdiri. Nafas Andre masih tersenggal-senggal dan aku masih
mengecupi lehernya. Aku menurunkan kepalaku menuju dada Andre. Ku naikkan kaos
putih yang dikenakan Andre sehingga menampakkan perut dan puting Andre yang
terlihat mengeras. Perlahan ku berikan emutan lembut pada puting Andre kiri dan
kanan dengan sesekali menggigitnya kecil.
"Ahhhhh....
Emmmmm...." terdengar erangan dan suara Andre yang tertahan.
Andre berusaha
menahan rasa geli itu dan sekali lagi tangannya mendorong kepalaku agar
meninggalkan daerah putingnya. It's Okay... Aku turun ke perut Andre dan ku jilati
perut Andre yang mulus yang sedikit terlihat kotak-kotak tahu di perutnya. Ku
jilati bagian pusarnya dan seluruh perutnya yang agak sixpack itu.
"Ahhhh...
Baaaanggg... Geliiiii." Andre mendorong kepalaku lagi karena tidak tahan
menahan rasa nikmat yang mungkin geli juga iya sih.
Sekarang
terpampang kont*l Andre yang sedang layu tak bertenaga karena sudah kehilangan
powernya tadi. Aku emut kont*l Andre yang masih lemas itu dan menjilati batang
dan bijinya. Tubuh Andre menggeliat-geliat kayak ulat bulu karena mungkin
merasakan rasa geli yang sangat geli atau malah rasa ngilu yang sanagat ngilu
karena habis ngecrot tadi.
"Udah
bang... Hennn....tikan." seru Andre sambil berusaha mengangkat kepalaku
dari kont*lnya.
Aku pun
menyudahi permainan lidahku di kont*l Andre. Sesekali aku tatap wajah Andre
yang sudah keringat dingin sampai kembali ke kont*l Andre pandanganku. Nafas
Andre masih ngos-ngosan kayak abis maraton. Aku menatap wajah Andre dan
kemudian mendekatkan wajahku ke kont*l Andre. Aku jilati biji Andre tapi
lagi-lagi tangan Andre mendorongku agar menjauh. Perlahan ku buka selangkangan
Andre dan ku angkatkan kaki Andre ke depan. Sebuah matahari kecil terekspos di
depan mataku.
"Baaanggg....
Abang mau ngapain?" tanya Andre.
Aku tak
menjawab pertanyaan Andre, hanya melempar senyum saja dengan penuh maksud.
Andre pun membuang pandangannya ke tempat lain tak memperhatikanku dan
memejamkan matanya. Sip... Menurutku itu jawabannya iya dari Andre. Perlahan
aku menjilati matahari Andre yang tertutup rapat berwarna pink. Terdengar suara
erangan Andre pelan.
"Ahhhhhh...
Ahhhhhh... Ahhhhhhhh...."
Andre
mengerutkan dahinya sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa nikmat yang
mungkin juga geli ini.
"Hemmmmm....
Ahhhhh... Ahhhhhh....."
Rasanya nggak
enak sih dan aromanya juga sebenarnya nggak sedap, tapi enah kenapa aku tak
bisa berhenti menjilati matahari Andre. Matahari Andre sudah sangat basah
karena penuh dengan air liurku. Aku menghisap jari telunjukku dan melumurinya
dengan air liurku kemudian mencoba memasukkannya ke matahari Andre yang sempit.
Perlahan jari itu ku masukkan.
"Ah.....
Aduh, duh, duh.... Sakit bang." seru Andre sambil menutupkan tangannya di
matarinya.
Aku menatap
wajah Andre penuh harap sambil memberikan isyarat kalau semua akan baik-baik
saja.
"Sakit
bang..." seru Andre lagi.
"Iya...
Pelan-pelan loh."
Andre
menganggukkan kepalanya dan perlahan membuka jemari-jemarinya yang menutupi
sebuah matahari kepemilikannya.
"Tahan
dikit ya!" pintaku.
Andre pun menganggukkan
kepalanya.
Ku perbanyak
pelumas air liur di jariku dan memasukkannya kembali ke matahari Andre.
"Hemmkkk...."
Andre menahan rasa sakit di mataharinya.
"Tahan ya
Ndre." pintaku.
Aku pun mencoba
memasukkan jari telunjukku lagi dengan banyak air liurku, perlahan dan sekali
lagi. Aku ulangi untuk memeberikan air liurku di jari telunjukku dan
memasukkannya lagi. Andre masih mengeluarkan suara-suara tertahan karena
mungkin masih ngilu kalau dimasukkan jari. Aku emut kont*l Andre dan menjilati biji
Andre sambil telunjukku berusaha ku masukkan kembali ke mataharinya. Kont*l
Andre perlahan hidup kembali dan suara desahan Andre pun mulai terdengar lagi.
"Ahhhhhh.....
Ahhhhhh..... Ahhhhhh......"
"Emmmmm....
Emmmmm......" bibir Andre dikatupnya keras menahan pancaran kenikmatan
pada kont*lnya.
Jariku sudah
mulai lancar memasuki matahari Andre tapi dengan begitu banyak pelumas air liur
yang ku pergunakan. Aku menambahkan satu jari lagi yaitu jari tengahku.
"Ahhhh....
Sakit." teriak Andre.
Kont*l Andre
menjadi lemas lagi tapi aku terus emut dan beri rangsangan pada kont*lnya. Jari
telunjuk dan jari tengahku bergantian masuk ke matahari Andre dan sesekali ku
masukkan keduanya.
"Ahhhh....
Sakit bang." tangan kanan Andre meremas tangangan kiriku erat sedang
tangan kirinya meremas sepre kasur erat.
Aku masih
ulang-ulangi lagi memasukkan jariku satu atau dua secara bergantian dan Andre
meremas-remas tanganku dan sepre kasurku sambil mengerutkan wajahnya."
"Saaa....kiiiitttt....."
ucapannya terpotong-potong.
Setelah cukup
lama melakukan penetrasi dan ku rasa sudah cukup, ku letakkan sebuah bantal di
bawah pinggang Andre. Handuk yang ku kenakan tadi aku tak tau sejak kapan sudah
terlepas, mungkin karena banyak gerak dan jatuh. Ku naikkan kaki Andre ke atas
sambil ku buka selangkangannya lebar kemudian aku mendekati selangkangan Andre
berjalan dengan kedua lututku. Ku beri kont*lku pelumas liur yang cukup banyak
dan ku tatap wajah Andre yang penuh dengan keringat sambil mengerutkan wajahnya.
Aku menarik nafas panjang dan....
"Tahan
ya!" seruku.
Kont*l ini
berada tepat di hadapan matahari Andre dan......
Tap....
"Hemmmggggggghhhhhhh......"
suara Andre tertahan sambil meremas sepre kasurku keras.
"Ahhhhh....."
akhirnya Andre nggak dapat menahan rasa sakitnya.
"Sakit
bang.... Hiks... Hiks...." mata Andre mulai berair dan suara Andre pun
terisak-isak.
Hiks...
Hiks....
Kont*lku sudah
masuk setengahnya dan aku mendiamkan kont*lku tanpa ada gerakan. Aku berusaha
menenangkan Andre.
"Andre...
Maaf ya, tapi tahan sebentar lagi ya! Andre sayang kan sama abang?" aku
mencoba menenangkan Andre.
Andre pun
menganggukkan kepalanya.
"Tapi
sakit bang...."
Hiks....
Hiks.....
"Iya...
Maaf ya. Tapi Andre harus kuat ya jangan nangis, Andre kan anak laki."
bujukku.
Aku masih
mendiamkan kont*lku di matahari Andre kemudian memelukknya dalam keadaan masih
tertancap kont*lku. Ku cium bibir Andre perlahan dan lidah kita pun saling
beradu kembali. Ku genggam kont*l Andre sambil ku buat gerakan naik turun.
Kont*l Andre mulai keras lagi dan ku coba untuk merangsang Andre kembali agar
rasa sakit itu sedikit teralihkan. Perlahan kont*lku ku tarik dari matahari
Andre dan ku lihat ada sedikit bercak berwarna merah di kont*lku.
Maafkan aku
Andre kareana nafsu bejatku kau harus kehilangan kesucianmu. (Jahat)
Ku berikan
kont*lku pelumas air liur kembali yang banyak dan matahari Andre pun ku berikan
air liurku yang banyak agar bisa masuk kont*lku dengan mudah. Sekali lagi
kont*lku ku tempelkan tepat di matahari Andre dan Andre pun sudah siap-siap
untuk hal ini. Perlahan ku tekan kont*lku di matahari Andre dan kepalanya sudah
mulai terbenam. Andre terlihat mengerang menahan sakit sambil meremas sepre
kasur kencang. Terlihat Andre menggigit bibir bawahnya dan ada tetasan air mata
yang mengalir di pipinya.
"Hukkkk....
Sakit bang. Mau berak aku."
"Tahan
ya." seruku.
Kalau kont*l
masuk ke matahari untuk awal-awal emang terasa seperti mau berak, karena
matahari itu masih terasa sempit. Kont*lku terjepit sangat-sangat terjepit.
Andre mengerangkan pant*tnya sehingga kont*lku semakin terjepit. Aku nggak
tahan kalau lama-lama dalam keadaan seperti ini. Perlahan kont*lku ku tarik dan
ku dorong kembali membuat gerakan memompa. Perlahan dan pelan kemudian ritmenya
ku tambah sedikt demi sedikit.
"Ah ah ah
ah ah ah ah ahhhhhhhhh..... Ahhhhhhhhhh. Sakit bang.... Ah ah ah ah...."
"Ah ah ah
ah ah ah ah ah ahhhhhh ah ah ah ah ah ah ahhhhh."
"Emmmmm
emmmmm emmmmm emmmmm." Andre menutup mulutnya erat.
Andre sesekali
berusaha mendorong pinggulku dari mataharinya dan sesekali meremas dan
memukul-mukul kasur.
"Ah ah ah
ah ah ah.... Pelan bang.... Ah ah ah ah... Jangan dalam-dalam. Ah ah ah ah
ah...."
Aku masih terus
memompa matahari Andre yang legit dan sempit. Kont*lku tersa terjepit dan
terhisap, aku tak tau bagaimana menggambarkan keadaan ini. Ahhhh ahhhhh ahhhhhh
aku juga ikutan meracau.
"Ah ah ah
ah ah ahhhhhhh..... Sakit bang. Ah ah ah ah ahhhhh.... Masih lama bang?
Aaaaakkuuu... Nnnnggggak kuuuaaat laaaagiiiiiii..... Ah ah ah ah
ahhhhhh....." suara Andre tersenggal-senggal.
"Tahan
yaaaa...... Beeentar laagiii...." jawabku yang masih asik.
Keringatku
mulai bercucuran membasahi tubuh Andre yang tepat di bawahku yang sebenarnya
juga dah basah karena keringatnya juga. Aku masih memompa Andre untuk beberapa
waktu dan akhirnya waktunya tiba.
"Ahhhh
ahhhh ahhhhh ahhhhhh..... Ndre.... Aku keluar. Ahhhhhhh......." lenguhku.
Kont*lku pun berkedut
kedut memompakan cairan semen (sperma) ke dalam tubuh Andre. Terasa hangat dan
aku nggak bisa gambarkan jelas masalah ini, pokoknya enak. Perlahan ku tarik
kont*lku dari matahari Andre.
Plop....
Terlihat
matahari Andre terbuka menganga setelah menerima hujaman kont*lku. Aku jadi
kasihan melihat hal ini terjadi pada Andre yang seharusnya ku lindungi dan ku
ayomi tapi harus berakhir begini. Begitulah kalau sudah nafsu yang berbicara,
maka akal sehat pun jadi bodoh dibuatnya. Perlahan cairan semen itu mengalir
keluar dari matahari Andre, putih dan ada juga sedikit noda merah di putihnya
cairan semen kepemilikanku itu. Ku ambil handukku dan ku lap lelehan cairan
semen itu di matahari Andre sampai bersih tak bersisa. Maafkan aku Andre.
Aku menatap wajah
Andre yang sudah ngos-ngosan dan penuh dengan keringat. Matanya sayu dan
akhirnya Andre pun menangis lagi.
Hiks...
Hiks....
Air mata Andre
mengalir di pipinya dan bibirnya pun tertutup rapat. Tersirat kekesalan dan
kekecewaan dari raut wajahnya. Aku harus berbuat apa? Maaf kan aku Andre.
"Abang
jahat."
Hiks...
Hiks....
Aku pun tak
bisa berkata banyak. Ku perlahan mendatangi dan mendekap tubuh Andre yang yang
terbaring lemas di kasurku. Ku peluk erat tubuh Andre dan ku katakan....
"Maaf kan
abang ya. Abang janji akan menjagamu dan selalu menyayangimu. Janji."
"Huhhhhh.......
Huuuhhhhhhhh........" Andre memukul-mukul dadaku dengan tangannya walau
tak bertenaga.
Aku memeluk Andre dan
berusaha menenangkannya yang masih nangis. Aku terus mendekapnya dan
mendekapnya sampai semua menjadi tenang dan hening.
******
Aku terbangun dari
tidurku dan terasa berat tubuh ini untuk digerakkan. Kepalaku masih terasa
pusing dan ku ingat-ingat memori apa yang terasa dan tergambar.
Hemmmmm.... Ada Andre
di kasur bersamaku? Kenapa anak ini di sini ya? Ini kayaknya bukan kamarku deh.
Hemmmmm.... Nggak pake celana, loh... Aku juga
nggak pake celana! Jadi ingatan itu nggak mimpi, ini beneran ya? Duh.... Aku
baru ingat ini kayaknya pagi ini aku tidur bugi bareng Andre.. Goblok....
Andre terbangun dan
duduk bersamaku di kasur.
"Aduh duh duh
duh.... Ah... Sakit."
"Apanya yang
sakit?" tanyaku.
"Is..... si
bodoh ini. Cir*tku lah yang sakit, pulakeh kau mabuk kecap nggak ingat kau tadi
ngapain. Anj*ng."
"Iya... Iya....
Dah ingat aku." jawabku.
"Eh... Tapi
jangan bilang siapa-siapa ya yang tadi? Apa lagi sama mamakmu." pintaku
mememlas.
"Is... Ku bilang
sama semua orang nanti, sama mamakku juga." ancam Andre.
"Eh... Jangan
lah... Pliiiisssss..... Nggak kasianlah dia sama abangnya." bujukku.
"Abang...
Abang... Kayak kau abang, puk* lah sama kau. Jahat kau gitu." jawab Andre
sinis.
Duh... Gawat nie
kalau sampai bocor ke luar kejadian ini, bisa dikebiri aku. Ohhh.....
Noooooo.....
Aku tertunduk lesu
dan terdiam meratapi nasibku yang nggak jelas ini. Suram kali masa depanku kala
harus masuk bui karena maslalah ini dan pasti Ayah akan malu dan marah besar.
Dasar anak nggak berguna, malu-maluin keluarga aja. Nasiiiiiiiiiiiiibbbbb
nasiiiiiiiiiiiiiibbbbbbbbbbbb.
"Bang! Bang....
Kau kenapa?" teriak Andre.
Aku terdiam dan
membisu.
"Is... Pekak
kali lah kupingnya. Bukan nyahut dipanggil, eeeeeee.. e e......." seru
Andre.
"Bang, nggaknya
ku bilang sama orang lain." bujuk Andre.
Aku mengangkat
wajahku dan menatap wajah Andre.
"Betulnya
itu?" tanyaku ragu.
"Betul lah. Dah
besar pun aku, malu lah kau kalau masuk tipi nanti mukakku. Is... Si bodoh
ini." seru Andre sambil jitak kepalaku.
Tak....
"Ih... Kim*k nya
anak ini." seruku sambil ku kunci leher Andre.
"Is.... Lepas
bodat, nggak bernafas aku." seru Andre sambil berusaha melepaskan
kuncianku sambil berusaha memukul-mukulkan tangannya di kepalaku.
"Mampus
kau." seruku.
"Is... Tanggung
jawab kau bang, hamil aku nanti kau buat gitu tadi."
"Ih... Anak
monyet ini. Woi... Laki kau woi.... Sadar!" seruku.
"Kau yang sadar,
nggak ada otakmu. Dah taunya kau aku laki, kau kent*ti juga. Kan begu (hantu)
lah kau."
"Bang... Dah
pagi ini belum sarapan aku, lapar. Kereta (motor) kau juga masih rusak."
tambah Andre.
"Iya... Iya....
Makan kita di sekitaran penginapan." jawabku.
"Eh... Tanggung
jawab kau nanti kan bang, kau nafkahi anakmu di perutku ini. Kau kasi lah aku
uang belanja tiap hari, kalau aku ngidam kau turutilah nanti anaknya bodoh
kalau nggak turuti." seru Andre.
"Is.. Anak ini,
lintah darat." jawabku.
"Mampus kau
situ. Kau yang berbuat ya tanggung jawab lah kau bang."
"Iya-iya.... Aku
kasi nafkah nanti, kalau ngidam ku turuti."
"Betul ya kau
bilang itu." seru Andre.
"Iya... Betol
itu." jawabku.
"Oke.... Ku
pegang kont*l kau! Eh.... Ku pegang janji kau ya bang." Andre cengengesan.
"Is... Masih mau
kont*l kau? Nah kalau kau mau biar ku kasi." seruku sambil menyodorkan
kont*lku yang belum terbungkus kain apa pun.
"Is... Cepatlah
kita berangkat! Dah lapar aku. Anak kau ini di sini dah lapar, minta sarapan
lontong." seru Andre sambil menunjukkan perutnya padaku dengan wajah
cekikikan.
Begitulah seterusnya.
Bersambung.....
________________________________
Mozaik berikutnya.
Hemmmm.... Dalam
mozaik ini belum kepikiran apa yang akan ku tulis. Jadi liat aja nanti ya.
Hehehehe....
KESATRIA PENJAGA (Mozaik 9)
None
Tidak ada komentar:
Posting Komentar