Sabtu, 21 April 2018

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 7)


Cemburu Tanda Sayang

Aku mencari Andre sepanteran rumah sakit. Ku susuri lorong demi lorong rumah sakit yang kukira dilintasi Andre sekitaran kamar tempat Yoga di rawat. Aku masih bingung untuk menemukan Andre di rumah sakit yang cukup besar ini. Aku mencari Andre di sekitaran tempat makan, karena Andre doyan makan. Kali aja ada di rumah makan atau tempat jajanan gitu. Hemmmm.... Tapi Andre apa bawa uang ya? Entah lah, coba saja.

Ku lintasi tempat-tempat makan dan pusat jajanan yang tersebar di sekitaran pintu masuk rumah sakit. Satu-persatu ku perhatikan wajah pengunjung yang mampir untuk makan atau membelikan makanan untuk keluarga atau kerabat mereka yang sedang sakit. Melihat lauk-pauk yang beragam ini membuat perut ini terasa lapar. Lah... Sabar Ri, kau juga kan baru makan tadi di tempat BPK. Hahahaha... Makan kau tuh Ri. Ew.... Terbayang adegan makan tadi aku jadi nggak selera makan, meski ikan Ardik tadi itu sumpah enak banget. Arsik ikan mas. Lain waktu aku mau minta masakkan aja sama mamak Andre. Hemmmm.... Pasti enak.

Eh.....
Kembali ke topik utama. Andre nggak nampak dan jangan mikir macam-macam dulu ya Ri! Nanti kalau Andre sudah ketemu terserahmu mau apa. Oke deh, sip Boss.

Sepertinya Andre tak ada di tempat makan atau jajanan. Hemmmm... Aku sebaiknya kembali lagi ke dalam.

Aku menyusuri lorong di dekat ruang ICU. Sepertinya penghuni kamar ICU itu orang yang sudah kronis penyakitnya. Tiba-tiba pintu ruang ICU terbuka dan pecahlah suara tangis seorang ibu yang sedari tadi menunggu di luar pintu. Terlihat beberapa perawat dan seorang dokter di dekat brankar dorong pasien (ranjang dorong pasien) dan di sana ada seorang bapak paruh baya sedang menangis walau tangisan itu sebisanya di tahannya.

"Pak... Ridho pak, Ridho anak kita." teriak sang ibu histeris sambil memeluk si bapak.

Sang bapak memeluk istrinya erat sambil mengiringi seorang bocah yang umurnya kira-kira masih SMP. Seorang bocah laki-laki kurus dengan kulit yang pucat. Ya Allah, aku nggak tahan melihat pemandangan seperti ini. Aku pun sesegera mungkin menjauh dari ruangan ICU tadi, aku takut terlihat hal yang memilukan seperti ini lagi. Sebuah perpisahan yang dipisahkan oleh kematian.

"Yoga...."

Aku teringat pada Yoga si bocah periang yang hiper aktif. Sesegera mungkin aku kembali ke ruangan Yoga. Aku mempercepat langkahku dan setengah berlari menuju kamar tempat Yoga di rawat. Aku pun memasuki ruangan tempat Yoga di rawat dan aku pun terdiam sejenak memandang Yoga yang sedang bersama seorang dokter. Aku menitikkan air mataku melihat Yoga yang sedang tertidur lelap, mungkin akibat obat.

"Bang.... Bang.... Is... Bang...." seru Andre.

Aku pun tersentak dari lamunanku. Aku menatap kedepanku ternyata Andre sudah ada di ruangan Yoga di rawat dan sedang berada di depanku.

"Is... Abang dari mana aja? Entah kemana aja, lama kali di luar. Is... Begok lah, jadi patong pulak dia ini." ketus Andre sewot.

Aku mendekap tubuh Andre dan memeluknya erat. Aku pun menangis sambil memeluk Andre. Entah apa yang sedang ku rasakan, tapi hatiku sangat kacau dan hancur. Aku sepertinya tak ingin kalau bila nanti orang-orang yang ku sayangi pergi meninggalkanku satu persatu. Untuk saat ini aku hanya memiliki Andre selain ayah yangs edang tidak bersamaku. Ku rasakan hangat dan tenang ketika aku memeluk tubuh Andre. Walau terlahir dari rahim yang berbeda dan dari suku dan tempat yang berbeda, aku menyangi Andre layaknya saudaraku sendiri. Terdengar ocehan Andre tapi tidak ku indahkan, aku hanya ingin memeluknya saja kali ini.

Perlahan ku lepaskan pelukanku dan ku tatap mata Andre yang masih bingung atas apa yang terjadi padaku. Aku tersenyum padanya dan melap air mataku yang sempat mengalir di pipiku.

"Ndre... Pulang yuk." ajakku.

Andre masih bingung melongo menatapku.

"Buk, saya pamit dulu ya. Kalau ada perlu hubungi saja nomor saya." aku pun pamit sama ibu Yoga.
"Terimkasih banyak ya nak. Hanya Allah yang dapat membalas kebaikanmu." ketus ibu Yoga.
"Maaf ya dek, telah banyak merepotkan." sambung bapak Yoga.
"Nggak apa kok pak. Saya pamit dulu." jawabku.

Aku mendekati ranjang tempat tidur Yoga. Ku lihat Yoga sedang tertidur pulas dan aku pun mengelus rambutnya yang agak pirang itu. Begitu lembut rambut Yoga terasa di jemari tanganku. Aku pun membawa Andre ke luar ruangan Yoga di rawat. Sedih rasanya melihat Yoga terbaring di tempat tidur itu dan bahagia karena Andre tak terjadi apa-apa padanya. Aku juga memikirkan Andi, apa yang telah terjadi padanya selama aku tak berada di sisinya. Aku harus lebih perhatian lagi.

Sekarang sudah malam, dan aku pun membawa Andre pulang sambil pamitan kepada orang tua Yoga. Aku menuju tempat parkir rumah sakit di mana zaki ku titipkan, dan aku pun melaju pulang berasama Andre. Sepanjang perjalanan aku masih kepikiran tentang orang-orang di rumah sakit, sepertinya banyak kisah duka di sana. Aku nggak bakal nggak sanggup melihat kondisi orang-orang yang ku sayangi berada di sana, terbaring kaku dan keluar dari ruang ICU tak bernafas lagi. Aku jadi kangen sama bunda. Apakah ayah masih memikirkan bunda? Atau kah ayah sudah melupakan semua yang berkaitan dengan bunda. Apa yang bisa ku lakukan untuk menyatukan keluarga ini lagi.

"Baaaaaangggg....." teriak Andre sambil menepuk pundakku.

Aku pun tersadar kalau aku sedang bawa kereta (motor).

"Is... Bukan ditengoknya jalan. Abang ini lah, melamun aja bawa kereta (motor), awas nabrak orang. Bukan ditengoknya kucing tadi nyebrang, kalau ketabrak bisa jatuh kita. Masih muda aku bang, jangan kau matikan aku di sini." seru Andre ngabuk sambil menokok (memukul) kepalaku.

"Eh... Iya-iya, maaf ya Ndre. Hehehe... Kok jadi ngelamun abang ya." ketusku sambil cengengesan.
"Pasti gegara anak itu tadi kan yang di rumah sakit, siapa tuh namanya? Hemmmm... Jaka!!!" ketus Andre.
"Eh... Yoga namanya , bukan Jaka. Jangan ganti-ganti nama orang. Mana pulak aku pikirkan dia tadi." jawabku untuk celoteh Andre.
"Bodo amat, mau Yoga, Jaka, Kaka... Nggak peduli aku. Pastinya kau sor sama anak itu." seru Andre ngambek.
"Lah... Sor macam mana pulak?" tanyaku ke Andre rada deg degan.
"Entah lah, pokoknya aku nggak suka aja sama anak itu, layas kali muncungnya." ketus Andre.
"Cie... Ada yang cemburu ya. Hahahaha..."ejekku.
"Is... Najis. Gilak kau anj*ng." seru Andre ngamuk.
"Woi... Mulut kau." Seruku.
"Biar lah, mulut-mulutku kok. Sukaku lah mau bilang apa. KONT*L, PEP*K, ANJ*NG, BAB*, LONT*....." seru Andre tambah parah.

Aku pun menepi dan menghentikan zaki. Ini adalah kawasan jalan Asam Kumbang yang di pinggiran jalannya itu masih terdapat banyak pohon besar sepanjangan jalan. Jalan yang terbilang cukup sunyi apa lagi untuk malam hari walau masih ada juga perumahan-perumahan di sekitar sini meski tak banyak menurutku.

"Jaga mulut Ndre, katanya di sini tempatnya rawan loh." bisikku ke Andre.
"Rawan kekmana (macam mana)?" tanya Andre.
"Katanya kalau nggak jaga mulut bisa didatangi." bisikku ke Andre rada ngarang.
"Mana ada, nggak percaya aku." jawab Andre lagak berani yang aslinya aku tau dia itu penakut.
"Ya udah kalau nggak percaya." ketusku sambil tertawa dalam hati.
"Dah... Dah... Lanjut pulang aja lah, dah jam berapa ini." seru Andre dan suranya sedikit bergetar.
"Oke-oke." jawabku sambil engkol zaki.

Brub brub brub...
Brub brub brub...

Terdengar suara zaki tak hidup ku engkol.

Lah, kok malah mogok saat sekarang ini.

Aku pun mulai mengecek sumber permasalahannya.

Hemmmm....
Buset, businya dah nggak ada apinya. What........ OMG.

Aku pun syok dan tiba-tiba angin pun berhembus kencang menandakan mau turun hujan. Aku sudah mulai panik dan terus berusaha mengakali busiku yang telah mati tapi nggak ada guna.

Tadi siang kan rencananya aku mau ke bengkel dulu mau ganti busi, tapi kok malah kelupaan ya? Duh... Kok bisa nggak ingat. Kalau terjadi hal seperti ini di saat ini apa yang harus ku lakukan.

"Bang... Bang, cepat lah bang! Dah gerimis ini. Is...." seru Andre ikutan panik.
"Bentar-bentar, ini masih dikerjain." jawabku yang sok nggak panik agar Andre nggak tambah panik walau sebenarnya aku tuh dah panik.

Grug grug grug...

Terdengar suara gemuruh dari langit. Kayaknya bakalan hujan deras ini. Aku masih usahakan mengakali busi yang dah tua ini. Dan akhirnya sudah ada apinya sedikit dan ku engkol kembali zaki.

Brug brug brug...
Brug brug brummmmmm.... Brummmmmmmm.... Brummmmmmmm...

Alhamdulilah....
Dah hidup.

"Yuk Ndre, cepat naik. Dah mulai turun hujan ini." seruku ke Andre.
"Iya, bawel. Kau nya yang buat lama." celetuk Andre geram sambil duduk diboncenganku.

Brummmmm.... Brummmm......

Aku melaju memacu kereta (motor)ku si zaki dengan kecepatan tinggi karena gerimis dudah turun.

"Ndre... Pegangan kuat ya." seruku peringatkan Andre.
"Iya. Bawel." jawab Andre sambil memelukku.

Hujan mulai turun membasahi bumi dan tentunya juga membasahiku dan Andre juga.

"Ndre, basah kau?" tanyaku.
"Pertanyaan macam apa itu? Begok kau bang, ya basahlah deras kayak gini hujannya. Paok..." seru Andre sambil mengencangkan pelukannya ke tubuhku. Terasa hangat.

Kilatankilatan petir pun menyambar-nyambar dengan dentuman suara gemuruh yang kencang. Angin pun tak kalah membautku takut akan banyaknya pohon-pohon besar di sepanjangan jalan yang sepi ini.

Brummmm.... Brummmmmm.....

Aku melaju dan tiba tiba.

Brug... Brug... Brug...
Zaki mogok lagi.

Aku lihat businya seeprtinya kemasukan air. Kali ini habis lah aku, aku tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Bang, kok berhenti?" tanya Andre yang sudah basah kuyub.
"Mogok lagi Ndre. Hehehehe...." jawabku sambil cengar-cengir di tengah derasnya hujan.

Nggak ada tempat berteduh di sini dan bengkel juga nggak ada sekitaran sini sepertinya. Aku dan Andre akhirnya berjalan di tengah derasnya hujan. Tampak Andre sepertinya sudah kedinginan, tapi ya gimana lagi klaau berdiam disini juga bakal kedinginan juga. Setidaknyakalau gerak kan ada proses pembakaran jadi mungkin agak bisa hangatkan tubuh. Kayaknya... Dari kejauhan terlihat samar samar lampu neon box selain lampu jalan yang menerangi kita. Ku baca tulisannya yang agak kabus karena hujan yang cukup lebat.

Top Inn... Hemmmmm....
Top Inn ya?

Begitu yang terbaca olehku.

Ehhhhh....
Top Inn itu tempat nginap ya?
Wah... Kayaknya aku ke situ aja, dah basah kuyub juga semua. Mau balik juga masih mustahil keadaannya.

"Ndre... Ke situ kita yuk." ajakkku sambil menunjuk ke arah Top Inn.
"Apa itu?" tanya Andre.
"Tempat nginap." jawabku.
"Loh... Nggak pulang kita?" tanya Andre lagi.
"Lah... Gimana mau pulang, hujan deras dan kereta abang mogok juga. Kita juga dah basah kuyub gini." seruku sambil mendorong zaki sepeda motorku.
"Is... Ka kau pun. Na nati marah ma mamakku." seru Andre dah agak menggigil.
"Nggak, lah marah mamakmu. Kalau keadaannya gini mau gimana lagi. Nanti ku telpon mamakmu. Eh... Telpon? Lah.... Hp ku. Hemmmm...." ketusku.

Aku pun tambah panik di saat hp ku ternyata sudah mati dan tak bisa hidup.

Lah... Gimana buat laporan ke mamak Andre, tapi ya sudah lah. Besok aja laporan nya kalau Andre nginap samaku. Nggak lah marah mamak Andre.

"Tuh kan. Ma mati pulak ha hp kau bang." seru Andre.
"Udah... Nggak apa, aman ini. Rusak beli lagi hp nya. Hehehehe...." seruku.
"Iya lah orang kaya." ketus Andre jutek.

Akhirnya kita sampai di Top Inn. Kita pun di sambut sama penjaganya.

"Mau pesan kamar yang mana bang?" tanya penjaganya.

Kita pun berbicara sedikit dan akhirnya kita diantarkan ke sebuah kamar yang tak cukup luas juga. 1 kamar kelas ekonomis. Terdapat 1 ranjang doubel bed dan kamar mandi di dalam. Jadi untuk nginap di sini harus merogoh kocek sekitar 80 ribu. Aku pun menyuruh Andre untuk mandi dan kemudian aku setelahnya.

Hemmmmm....
Kok nggak mandi bareng tadi ya?
Sudah lah, sudah berlalu.
Lagian aku tuh kasihan, jadi nggak ada pikiran yang lain saat ini.

Setelah mandi dan handukan, kita masih mengenakan handuk saja. Baju kita, kita gantungkan di belakang pintu kamar mandi setelah diperas. Ku lihat tangan Andre mendekap dadanya menadakan kalau Andre sedang kedinginan. Kasihannya anak orang ini, tapi aku nggak punya pakaian kering juga di sini.

"Naik aja Ndre ke tempat tidur, terus selimutan biar nggak dingin." seruku.

Andre pun nurut dan selimutan dengan selimut yang terdapat di kasur tempat tidur tersebut. Tapi tampaknya selimut yang ada sangat lah tipis yang seperinya kurang memberikan kehangatan. Andre masih terlihat menggigil walau sudah pake selimut.

Nie anak jadi lembek kalau gini.
Tapi mulutnya sok keras, emang keras kata-katanya.
Kasar.

Aku pun berbaring di sisi kiri Andre dan memandang langit langit. Sesekali aku lirik Andre yang berusaha memejamkan matanya sambil menahankan dingin malam dengan tubuh yang menggigil. Andre masih mendekap kedua tangannya di dadanya dan tubuhnya bergetar karena dingin. Aku tersenyum saja melihat Andre seperti itu, tapi aku nggak ingin membiarkan Andre dengan kondisinya saat ini pastinya. Perlahan ku dekatkan tubuhku ke tubuhnya dan ku dekap tubuh Andre.

"Eh... Jijik ah. Sana-sana." seru Andre sambil mendorong tubuhku dengan kedua tangannya.

Tangan Andre terasa sangat dingin sekali dan aku menatap Andre dengan wajah penuh senyum.

"Ya udah kalau kau mau kedinginan kayak gitu terus." seruku sambil berbalik badan membelakangi Andre.

Andre masih berusaha mengatasi gigilnya dengan berusaha melungkerjan badannya kayak kucing di dalam selimut tipis. Aku masih kepikiran soal tadi, soal kematian seorang anak yang keluar dari ICU tadi. Nggak terbayang olehku kalau orang yang ku cintai yang terbujur di situ.

Apakah Yoga baik-baik saja ya? Tapi kan Cuma retak tulang aja kok apa bisa menyebabkan kematian? Eh... Tetanggaku dulu juga gitu, keserempet motor dan patah kaki tapi dibwa ke rumah sakit kok malah meninggal. Eh.. No no no... Ini nggak boleh terjadi. Duh... Kok kepikiran yang serem serem ya.

Tak terasa air mataku pun menetes membayangkan hal itu pun terjadi. Aku segera mengusapnya dan tak ingin Andre melihatnya. Ku intip Andre yang memejamkan matanya sambil tangannya pada posisi kayak tadi, tetap di dekapnya di dada. Aku membalikkan badan dan ku peluk erat tubuh Andre.

"Ih... Ka... (kau)." seru Andre tertahan karena bibirnya ku tutup dengan telunjukku.
"Seeettttt.... Janagn ribut. Dah lah, kau tuh kedinginan jadi jangan sok keras." seruku dengan nada seriu dan tatapn serius.

Aku nggak main-main membilangi Andre dalam hal ini. Andre pun paham kalau aku nggak sedang bercanda dengannya. Andre kini tak memberontak lagi dan akhirnya Anteng dalam pelukanku. Ku elus-elus rambut Andre dan ku cium keningnya. Entah apa yang terjadi belakangan ini, tapi yang pasti aku sangat sayang kepada Andre. Andre pun hanya bisa terdiam sekarang.Tak ada pikiran lain, yang ada hanya kasihsayangku terhadap Andre.

Kruuuuugggggg....

Aku menatap Andre dan Andre pun menatapku cengar cengir.

"Lapar kau ya Ndre?" tanyaku.
"Menurut kau?" seru Andre.
"Lah... Kau yang punya perut kok nanya aku." jawabku dengan nada malas.
"Is... Si bodoh ini. Kita kan belum ada makan malam ini, tadi juga kehujanan." seru Andre geram.
"Tapi kau dah makan banyak tadi siang! Porsiku juga kau yang abiskan." seruku cengar-cengir.
"Is... Adalah begoknya anak ini. Mana mungkin ku gabung makan siang sama makan malam paok." seru Andre ngambek.
"Hahahaha... Iya lah abang pintar." ejekku sambil colek perut Andre.
"Eh... Tangan." seru Andre sambil menepis tanganku yang colek perutnya.

Singkat cerita aku cek ternyata tempat menginap kita ada layanan pesan makanan juga. Tapi gimana mesannya ya? Soalnya pake apa menghubunginya? Hp ku dah padam dan nggak mungkin aku ninggalin kamar dengan mengenakan handuk saja yang saat ini sedang ku kenakan. Atau mungkin aku mengenakan pakaian basah yang ku pakai tadi? Terlihat kalau pakaian itu juga masih banyak meneteskan air karena basah. Akhirnya ku putuskan untuk mengbas-ngibaskan bajuku yang basah tadi sampai agak nggak basah kali dan aku pun mengenakannya kemabali. Aku kelaura kamar dan menuju ke tempat penerima tamu dan menanyakan masalah memesan makanan. Aku memesan 2 nasi goreng aja dan 2 botol air mineral, itu aja. Selanjutnya aku menunggu di kamar bareng Andre. Aku pun melepaskan kembali pakaian basah tadi dan menggantinya dengan handuk seperti semula.

"Bang... Lama kali, dah lapar aku." seru Andre.
"Ya tunggu lah, masih di masak pun." jawabku.
"Tapi dah lapar aku bang, dah mau mati." ketus Andre.
"Lah... Mana, mau liat kalau matinya kayak mana." jawabku sambil sedikit menyingkap handuk yang digunakan Andre.

Andre langsung menepis tanganku dan ngamuk.

"Kau... Is... Layas kali kau ini." seru Andre ngamuk.
"Lah, katanya mati. Kan aku mau cek kayak mana kalau pas mati." jawabku pura-pura bodoh.
"Kont*l... Bukan itu pep*k." seru Andre ngamuk.
"Oh... Itu namanya kont*l ya?" tanyaku sambil senyum-senyum.
"Is...." seru Andre sambil menerkamku.

Tangan Andre berusaha menggapai-gapai kepalaku dan tubuhku terjatuh ke lantai sambil menahan tangan dan tubuh Andre. Kakiku juga berusaha untuk menahan tubuh Andre. Andre masih saja bersikeras untuk menyerangku dengan kengambekannya itu, meski masih bisa ku tahan. Hehehhe....

Karena banyak gerak, akhirnya handuk Andre pun terlepas dari pinggangnya. Handuk yang berwarna hijau muda itu pun jatuh ke perutku. Tampaklah seseuatu yang menjuntai bagai belalai gajah itu.

"Hohoho... Besar yo." seruku.
"Is... Jangan tengok." seru Andre sambil sesegera mungkin mengambil handuknya di perutku dan memasangkannya kembali ke pinggangnya. Tapi ketika Andre menarik handuknya, handukku juga ikut ketarik dan terlepas dari pinggangku walau hanya sekedar terbuka saja karena aku masih menimpahi handuk tersebut di bagian bokongku. Entah sengaja atau tidak Andre melakukan itu, ak,u pun tak tau. Apa pun itu, nggak masalah bagiku. Hehehehehe....

Andre berusaha melancarkan serangannya lagi tapi tiba-tiba pintu kamar kita diketuk.

Tok tok tok...

"Bang, pesannannya." teriak seseorang dari depan pintu.

Aku segera meninggalkan Andre dan membukakian pintu. Tampak seorang abang-abang yang umurnya sekitar 25an kayaknya yang sedang menagntakan makan kami.

Cakep....

Kalimat itu yang terbersit dalam hatiku saat ini.

"Ini bang kemabaliannya." seru si abang memecah lamunanku tadinya tentang dirinya sambil menyerahkan beberapa uang recehan serebu."
"I... Iya bang, makasih." seruku.

Si abang meletakkan makan itu di meja yanga da di kamar tersebut. Setelah sia bang keluar, aku pun menutup dan mengunci pintu kamar kembali. 2 piring nasi goreng itu ku hidangkan ke hadapan Andre yang sedang duduk di pinggir ranjang.

"Makan dulu Ndre, katanya lapar tadi." seruku.
"Iya loh. Nggak sabaran kali." seru Andre jengkel.

Singkat cerita kita makan nasi goreng bersama sambil cerita-cerita tentang masa lalu. Bercanda bersama adek-adekan emang paling seru, ditambah lagi guyonan yang sedikit berbau dewasa bikin suasana tambah greget.

"Nggak yo. Cewekku cantik lah bang, nggak kayak kau jelek cewekmu. Nggak ding, mana ada yang mau sama kau, kau kan jones, jomblo ngenes. Hahaha..." tawa Andre.
"Mana pulak cantik cewek kau itu, kayak nggak pernah nengok aja aku ya. Kalian waktu itu pacaran di bawah pohon jambu, sok-sok romantis." ejekku.
"Is... Suka kali kau ngintipin aku pacaran." celetus Andre kesal.
"Nggak yo, mana enak ngintipin kau pacaran. Lebih seru ngintipin kau mandi. Hahahaha...." tawaku.
"Kim*k kau lah anj*ng. Ketara kali kau hom*nya anj*ng." seru Andre ngamuk.
"Mulutmu itu, ku cium baru tau kau. Hahahaha..." ejekku lagi.
"Dah lah, jadi malas aku makannya." seru Andre sambil menjauhkan nasi goreng darinya.
"Bilang aja kau dah kenyang, banyak alasan. Heheh..." ejekku lagi.
"Kau aja yang makan. Nah...." seru Andre sambil menyuap paksakan nasi goreng sisa dia ke mulutku.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk..." aku keselek dibuat Andre sambil langsung minum air mineral botol biar lancar.
"Bang, kau kok sok perhatian kali sama si Yoga?" tiba-tiba ucapan itu keluar dari mulut Andre.

Suasana jadi hening dan aku tak begitu mengerti maksud dari pertanyaan itu.

"Hemmmm.... Kasian liat kondisinya. Lagian anaknya imut." aku menutup mulutku untuk kalimat yang dibelakang.
"Kau suka sama Yoga ya?" pertanyaan berikutnya pun terlontar dari mulut Andre dengan tatapan mata yang tajam.
"Kenapa kok tiba-tiba tanya gitu?" tanyaku balik.
"Aku nggak suka sama dia. Ya udah lah." Andre mengungkapkan kekesalannya sambil memalingkan wajahnya dariku.



Terlihat sekilas kalau mata Andre berkaca-kaca. Jangan-jangan Andre cemburu sama tuh anak???

What....

Bersambung.....

________________________________

Mozaik berikutnya.

"Andre...." ku tarik tangan Andre dan ku dekap dia dalam pelukanku.

Andre terhenti sejenak tanpa berkata apa pun.

"Dah ah... Lepasin. Jijik aku nengok kau, homo." Andre berusaha melepaskan diri dari dekapanku.

Aku berusaha tenangkan Andre dan ingin menyatakan kalau aku itu miliknya dan bukan milik Yoga. Dan....

"Mau kau jadi pacar abang?"

Tuuuuuuuuuuuuuuuuutttttttttttttt............

SENSOR......

Maaf ada gangguan jaringan.
Hehehe...

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 8)
Jangan Bilang Siapa-siapa




Tidak ada komentar:

Posting Komentar