Anak Bandal
Sore hari sekitaran jam 5 wib di kostan, tepatnya di kamarku.
"Woi, balekkan!" teriakku sambil mengejar Andre.
"Woi, balekkan!" teriakku sambil mengejar Andre.
"Nggak mau,
nanti ku kasi tau sama mamakku." Andre berlari muter-muter di kamarku
sambil membawa sebuah majalah.
Aku berusaha
menangkapnya dan nggak akan membiarkannya untuk keluar dari kamarku. Bisa gawat
kalau dia keluar sambil membawa majalah itu, karena tuh majalah kontennya
dewasa. Bocah ini tengil banget dan susah diatur, masuk kamar orang suka-suka
dan pegang barang orang tanpa izin juga. Dasar bocah tak tau diri, ngerepotin
aja.
"Maaaa....."
teriak Andre ku bekap mulutnya dengan tangan kiriku dan aku memeluknya erat
dari belakang agar dia nggak lepas atau pun teriak.
"Seeeetttttttttt.......
Diem! Bandal kali kau jadi orang." ujarku sambil jitak kepalanya yang
masih dalam cengkramanku.
Andre masih berumur
sekitara 12-13 tahun gitu lah masih kelas VII SMP, berkulit cokelat, bermata
brown, badannya tegap berisi dan nggak gemuk juga tidak kurus. Andre memiliki
rambut hitam yang berpangkas pendek walau nggak begitu pendek kayak tentara.
"Lepa&%*^in
lepa*&$^...." suara Andre terdengar kacau nggak jelas dari bekapanku
yang meminta untuk dilepasin sambil meronta-ronta.
Aku mengambil
majalah tersebut dari tangan Andre dan melemparkannya ke kasurku.
"Diem dulu kau
dan jangan ngomong-ngomong sama mamakmu. Kalau kau nurut ku lepas nanti."
ancamku.
Andre anggukkan
kepalanya menandakan iya. Perlahan ku longgarkan dekapanku dan ku buka
bunggkaman mulutnya dari tanganku. Dan...
"Tak..."
kakiku diinjaknya terus kont**ku ditendangnya sambil melepaskan diri dan kabur.
"Kim*k lah anak
ini. Jangan lari kau anj***." teriakku sambil mengejarnya keluar kamar.
"Ku kasi tau
ya. Hahaha..." Andre dengan cepat menuruni tangga dan aku mengejarnya
turun ke tangga juga.
Dengan cepat Andre
menghampiri mamaknya di bawah tangga dan mamaknya pun memandangku yang bergegas
menuruni tangga. Terlihat mamak si Andre terlihat bengong melihatku sambil
segera membuang pandangan ke Andre.
"Bang,
celananya." teriak mamak Andre.
Langkahku pun
terhenti di tangga dan memperhatikan celanaku.
Anji**, aku nggak
pake celana. Cuma pake boxer aja.
Segera aku kembali
lagi berlari ke aras tangga ingin kabur dari ke kamarku.
"Mak! Tadikan
aku nemu........"
"Tak..."
terdengar suara jitakan yang cukup keras mendarat di kepala Andre dari sebuah
buku catatan belanja mamak Andre menghentikan ucapan Andre.
"Memang bodat
lah kau. Sukak kali mengacani abang itu, bandal kali. Bandal-bandal lah kau, ku
kirim kau nanti tempat bapakmu." terdengar suara mamak Andre sedang
marahin Andre.
"Janganlah mak,
nggak bandal aku. Janganlah kirim tempat bapak." sambil tertunduk lesu.
"Nggak sanggup
lagi aku ngurus kau kayak gini. Memang bebi lah kau. Semalam kau apain si
Bernat sampek nangis dia ngadu mamaknya? Mati aja lah aku ya kalau bandal kali
kau ku tengok." mamak Andre masih meluapkan emosinya ke Andre.
"Nggak aku nya
yang salah, diannya duluan." bela Andre.
"Teros...
Teroslah orang lain yang kau salahkan. Tak pernah kau mengaku kesalahnmu."
mamak Andre masih marah panjang.
"Dia nya
duluan." bela Andre lagi.
"Mandi kau,
mandi. Dah sore ini. Tak usah kau makan malam ini." aku memperhatikan
mereka dari atas tangga setelah mengenakan celana. Tampak mamak Andre menjewer
kuping Andre dan mengarahkannya ke kamar mandi.
Memang keras
kehidupan di Medan. Orangnya juga keras-keras.
****
Siang berganti malam
dan perut ini juga sudah mulai memberi tanda-tanda untuk diisi. Aku menuruni
tangga tapi masih males untuk pergi mencari makan, mungkin aku akan membeli
beberapa cemilan pengganjal perut atau teman mengerjakan tugasku. Ada beberapa
tugas dari sekolah yang harus ku selesaikan dan besok tugas itu akan dikumpul,
cukup menguras otak dan pikiran. Aku mendapati Andre tengah berdiri di sudut
rumahnya dekat pintu keluar, sepertinya dia di hukum mamaknya karena
kenakalannya. Mungkin setiap orang tua memiliki caranya masing-masing untuk
memberikan hukuman pada anaknya yang berbuat salah. Aku pun berlalu dan pergi
mebeli cemilan di luar.
Ada cukup banyak
cemilan yang ku beli dari jenis kacang-kacangan sampai keripik juga minuman
rasa buah, mungkin akan cukup untuk menemani hariku beberapa waktu ini. Ketika
aku kembali ku lihat Andre masih saja berdiri di posisinya yang tadi, walau
sedikit terlihat mulai gelisah.
"Mampus kau
bocah, bandal-bandal lah kau." ejekku ke Andre.
"Diam kau
njing! Berisik." seru Andre jengkel.
Aku pun kembali ke
kamarku sambil menenteng sekantong cemilan. Mengerjakan tugas harian itu wajib
di tengah kerasnya kehidupan ini, mengerjakan mulai dari yang termudah dan
tinggalkan yang susah tapi jangan sampai nggak dikerjakan. Perut ini kayaknya
sudah mulai tersa lapar karena cemilan ini juga tidaklah dapat menggantikan
makanan pokok. Sekarang sudah jam 9 malam ku lihat di jam hp ku. Aku sebaiknya
pergi makan ke warung atau tempat makan apa gitu di sekitaran kawasan kostanku.
Sekali lagi aku
menurini tangga setelah keluar dari kostanku, aku mendapati Andre masih saja
berdiri pada posisinya sambil bersandar ke dinding. Terlihat dia sudah capek
dan matanya terpejamkan. Mamak bocah ini mana ya? Kok hukumannya belum kelar
juga, dah makan belum dia ya? Kok jadi kasihan. Aku masih perhatikan Andre yang
sudah kelelahan berdiri tapi masih dipaksain berdiri. Ku keluarkan sepeda
motorku (Zaki) karena aku ingin pergi cari makanan.
"Woi! Jago juga
kau ya masih bediri di situ. Nggak capek kau?" godaku ke Andre.
"Sana kau,
gegara kau pun ini semua." bentak Andre.
"Kok, aku? Kau
yang bandal sok nyalahkan orang." jawabku.
Kruuuukkkk....
Bunyi suara perut
Andre yang menghentikan perdebatan ini.
"Ndre... Dah
makan kau?" tanyaku.
"Nampak kau dah
makan aku?" jawabnya kasar.
Ku jitak kepalanya.
"Orang dah
ngomong bagus-bagus kau bentak-bentak. Mana mamakmu?" tanyaku.
"Nggak tau,
katanya tadi tempat wak endut bentar. Bentar-bentar nggak jelasnya mamak."
jawab Andre dengan nada memelas.
"Dah pergi
mamak kau kawin lagi, jadi minta carikan jodoh dia sama wak endut.
Hahahaha...." ejekku.
"Diam kau
njing, kayak pep*k mulut kau, bising." bentak Andre dengan nada jengkel.
"Maaf-maaf.
Hehehehe... Memang mamak kau nggak masak?" tanyaku.
"Enggak bang,
katanya tunggu dia aja nanti bawa nasi dia." jawab Andre.
"Bisa juga kau
ngomong bagus panggil abang. Hahahaha...." ejekku lagi.
"Diam kau!
Bukan abang, tapi BANGKE.... BANGKE........ Dengar kau? Andre ngamuk lagi.
"Yuk!"
ajakku.
"Kemana?"
tanya Andre.
"Udah, ikut
aja. Kau belum makan kan?" ajakku.
Andre pun
mengangguk.
"Teros kalau
mamakku pulang kayak mana?" tanya Andre.
"Mamposlah
nungguin mamak kau yang pergi kawin lagi. Selak MATI kau... MATI kau
kelaparan." seruku.
"Kayak, anj*ng. Iyalah."
jawab Andre.
Aku pun mengeluarkan
sepeda motorku ke luar rumah Andre dan bonceng Andre.
"Pegangan kau
Ndre, awas mati kau kecampak." ledekku.
"Bising kau
bising." jawab Andre sewot.
****
Aku pun pergi ke
tempat makan ayam goreng amerika. Terlihat kontras penampilan Andre dengan
kebanyakan penunjung yang datang yang rata-rata berpakaian bagus. Andre hanya
mengenakan kaos lengan pendek lusuh berwarna merah dan celana kolor pendek
berwarna biru yang juga terlihat sudah lama. Tapi sebenarnya kalau Andre itu
terawat maka Andre tak kalah cakep dengan anak-anak orka kota Medan. Sepertinya
kehadiran kita menjadi sorotan tamu-tamu yang lain. Kok ada orang miskin yang
masuk ke sini? Tapi biarin lah orang berkata apa.
"Ndre, pernah
kau ke tempat makan kayak gini?" tanyaku.
"Pernah, lewat
di depannya." jawab Andre.
"Maksukku kau
pernah makan di sini." seruku.
"Enggak."
jawab Andre.
Kita pun ikut
mengantri bersama pengunjung yang lain untuk melakukan orderan.
"Selamat
datang, mau pesan yang mana mas? Kita ada paket ayam+nasi, ada paket burger,
kita juga ada paket kentang goreng. Kentang gorengnya yang ini menu baru mas,
lebih enak dan bumbunya lebih berasa." sapa tempat pemesannan makanan
sambil mempromosikan dagangannya. Wah...
"Ndre, kau mau
pesan yang mana?" tanyaku.
"Itu harganya
kok 16k, 34k maksudnya apa?" tanya Andre ke padaku.
"Itu harganya
16 rebu 34 rebu satu paket. Kok nanya harganya, ku suruh kau pilih
makanannya." seruku.
"Mahal kali
ayam kayak gitu, di depan rumah aja 5 ribu nya cuman." jawab Andre protes.
Aku membekap mulut
Andre pake tanganku dan memberikan selembar uang merah dari dompetku kepada
mbak kassa tadi untuk menyelesaikan transaksi.
"Banyak kali
duit kau bang?" tanya Andre.
"Brisik. Udah,
diem aja. Kenapa? Mau kau?." ujarku.
"Mintak
lah." jawab Andre.
"Lebaran capung
ya. Hahaha...." ledekku.
"Gilak
kau." Andre cemberut.
"Silahkan mas.
Terimakasih." si mbak mengembalikankemablian uangku dan memberi sebuah
nampan yang berisi 2 porsi ayam beserta nasi.
"Minumannya
ditunggu ya mas." tambah si mbak.
Aku pun membawa
nampan tersebut yang berisi sebuh tran nomor meja dan pesanan kita tadi. Aku
berjalan menuju meja kosong yang tersedia di tempat makan itu dan Andre
mengikutuiku dari belakang. 2 nasi, 2 ayam, 4 nuget dan kemudian ada mas-mas
cakep datang mengantarkan minuman kita.
"Silahkan
mas." si mas sambil meletakkan minuman pesanan kita sambil tersenyum
manis.
"Kau pilih dada
apa paha Ndre?" tanyaku.
"Aku
paha." jawab Andre.
"Kalau aku
pilih dadamu atau pahamu ya?" ujarku sembari tersenyum ke Andre.
"Gilak kau
anji**, kebanyakan ngebokep kau." ketus Andre.
Aku langsung
membekap mulut Andre agar nggak keluar lagi kata-kata yang beragam. Sungguh
merepotkan bawa bocah yang mulutnya nggak disekolahkan, kebanyakan makan micin
ya kayak gini.
"Yok, cuci
tangan dulu. Tangan kau kotor kan abis ngocok tadi? Hahaha..." ejekku.
"Ngocok
kepa&^ aya& ka%." Andre nyerocos dalam bekapanku. Syukurlah masih
sempat. Tadi dia itu bilang (Ngocok kepala ayah kau) buset bocah ini. Hancur.
Aku ajak Andre cuci
tangan ke washtuffle dan aku juga membawa cup-cup kecil untuk saus. Selanjutnya
acara makan. Andre duduk di sebelah kiriku saat itu.
"Ndre... Bisa
nggak kita jangan pake bahasa kotor di sini, malu sama orang." ku bisikkan
kata itu di telinganya.
"Kau nya
duluan." jawab Andre dengan nada yang tidak kencang seperti tadi.
"Iya-iya,
maaf." aku minta maaf kepada Andre.
"Iya,
kumaafkan. Tapi kau belikan aku itu ya!"
Andre sambil menunjuk sebuah poster es krim di pajangan.
Buset nie bocah, dah
pande minta ini itu. Sesekali tak apa lah membahagiakan anak orang, asal jangan
sering-sering. Aku pun beranjak dari tempat dudukku dan pergi memesan semangkuk
es krim yang di maksud Andre. Harganya sekitar 23k belum termasuk PPN. Kenapa
ya semuanya serba bayar PPN, makan dikit dah bayar banyak.
Akhirnya semangkuk
es krim pun diantarkan ke hadapan kita. Es krim vanila lembut yang bertaburkan
serbuk oreo dan patahan oreo, aku nggak hafal namanya karena menurutku nggak
penting. Terlihat Andre sangat menikmati es krim vaila oreo yang dipesan barusan,
tak sedikit pun es krim itu tersisa untukku. Tapi aku suka seperti itu,
tandanya dia menyukai dan nggak mubazir makanan itu. Sip.... Mantap.
Selanjutnya kita
melanjutkan acara makan malam kita sambil bercandaan. Tak terasa sekarang sudah
jam 10 malam lebih, sebaiknya aku pulang karena aku sekarang sedang membawa
anak orang dan besok juga harus sekolah. Udara malam semakin mendingin dan
angin pun mulai berhembus kencang. Gawat kalau sampai kehujanan di jalan karena
aku nggak bawa mantel hujan, di tambah kalau anak orang bisa sakit kan gawat.
Rintik-rintik hujan sudah mulai turun membasahi bumi membuat hati dan pikiran
ini menjadi nggak menentu.
"Pegangan
kencang kau Ndre agak ngebut kita, soalnya mau hujan ini." pintaku agar
Andre mengencangkan pelukkannya padaku dan Andre pun memelukku erat.
Dengan kencangnya
aku melaju menerobos dinginnya malam yang ditambah rintiknya hujan. Bajukku
mulai lembab disebabkan rintik hujan yang terasa semakin lebat.
"Pegangan, dah
mau sampek."
Menerobos hujan yang
mulai turun dan masuk ke jalan-jalan potongan gang-gang kecil biar cepat
sampai, mudah-mudahan nggak nabrak anak orang. Hujannya makin deras aja dan
akhirnya kita sampai di kostan. Kostan masih sepi dan mamak Andre juga belum
nampak. Lama banget ke rumah wak endut nggak pulang-pulang, mudah-mudahan nggak
terjadi apa-apa yang buruk terhadap mamak Andre. Tapi bocah ini gimana ya?
Mamaknya belum pulang.
Ku masukkan Zaki si
sepeda motor kijangku ke dalam rumah dan hujan pun sudah turun dengan derasnya
di luar. Baju Andre sudah basah-basah gitu walau nggak basah kuyub.
"Ndre! Ganti
baju kau, sakit kau nanti." seruku.
Andre pun pergi
ganti baju. Mamak Andre masih juga belum kembali. Tak lama setelahnya Andre
keluar dari kamarnya dengan menggunakan kaos cokelat tanpa lengan dan celana
kolor warna hitam. Bagus lah, tapi Andre kalau ku tinggal pasti kesepian nggak
ada mamaknya. Ku putuskan untuk Ajak Andre ke kamarku.
"Ndre! Ke atas
yok." seruku.
"Ngapain?"
tanya Andre.
"Dari pada kau
di bawah bengong kayak orang gilak nungguin mamakmu." grutuku.
"Kau lah yang
kayak orang gilak, layas kali muncung kau itu." Andre ngamuk.
"Ndre, nggak
dengar kau katanya opung sebelah yang ninggal semalam (kemaren) gentayangan
dia. Dah jadi begu (hantu) opung itu, tau kau? Semalam ini aja si Franky
dijumpain opung itu kata mamaknya." bisikku ke Andre.
"Ih, takutlah
aku. Dah lah Ndre pergilah aku ke kamarku, malam jumat pulak ini."
tambahku sambil berlari menaiki tangga dan menuju kamarku.
"Isssssssss......
Nakutin aja dia pun. Bang, tunggu lah!" seru Andre sambil mengejarku
mengiku kamarku.
****
Sesampainya di
kamarku, aku menghidupkan lampu kamar. Tak ada yang berubah sejak ku tinggalkan
tadi.
"Haaachim...."
(Suara bersinku)
Kayaknya aku harus
segera ganti pakaian. Aku mengambil singlet putih dan sebuah celana bola
berwarna merah pendek. Perlahan aku mulai menanggalkan kaos yang ku pergunakan
dan celana jins panjang yang ku gunakan dan melepaskan sempakku.
"Issssss....
Tak malu." cibir Andre.
"Anji**, jangan
kau tengok ke sini!" seruku sambil membalikkan badan membelakangi Andre.
"Besar yo. Hahahaha..." ledek Andre.
"Kim*k lah anaki ini. Nengok sana dulu kau bentar." bentakku sambil mengisayaratkan arah lain untuk diliatnya.
"Besar yo. Hahahaha..." ledek Andre.
"Kim*k lah anaki ini. Nengok sana dulu kau bentar." bentakku sambil mengisayaratkan arah lain untuk diliatnya.
Aku lupa kalau bocah
ini ikut ke kamarku karena mamaknya belum pulang, kemudian aku cepat-cepat
mengenakan pakaian. Andre mengambil setumpuk kartu remi yang berada di meja
belajarku yang berantakan dengan buku-bukuku karena mengerjakan tugas sekolah
tadi dan belum ku tata rapi ke tasku.
"Main itu
yok!" ajakku untuk memainkan kartu remi yang dipegang Andre.
"Yok lah, yang
kalah jongkok ya." sambut Andre.
"Siapa
takut." jawabku.
Terjadilah
pertandingan kartu antara aku dan Andre. Kita main di atas kasurku yang terbuat
dari kapuk berukuran 3 kaki. Kasur yang cukuplah untuk dipakai sendiri. Kasurku
bersepraikan kartun car's dari pixar, walau sudah nampak lusuh dan pudar
warnanya.
"Jongkok kau
bang. Hahaha...." seru Andre.
"Rusuh kau
mainnya." ujarku.
"Apa pulak
rusuh, kau nya nggak pande main. Hahaha..." Andre tertawa bahagia.
Malam bertambah
larut dan kini sudah mendekati jam 11 tapi mamak Andre belum pulang juga. Aku
masih saja jongkok setelah beberapa pertandingan berlalu dan Andre mulai
terlihat mengantuk.
"Ndre! Enceng
ya." pintaku untuk mengakhiri permainan ini.
"Enak aja kau,
masih jongkok kau." Andre masih merasa berkuasa dalam permainan walau ku
tau tubuhnya sudah nggak kuat lagi menahan kantuk.
Sedikit-sedikit
permainan ini pun mulai menjadi lambat dan Andre pun terlihat tertunduk-tunduk
karna ngantuk. Perlahan tapi pasti Andre pun oleng dan tumbang di tengah
permainan.
Hemmmm...
Apa ku antar aja
Andre ke kamarnya? Tapi aku nggak tega bangunin dia, lagian mamaknya belum
pulang. Kayaknya tak apalah dia tidur di sini.
Aku merapikan
kartu-kartu yang berserakan setelah kita gunakan. Ku betuli posisi tidur Andre.
Tak lama setelahnya pintu kamarku di ketuk.
Tok tok..
Tok tok..
Aku pun membuka
pintu kamarku, dan ternyata yang mengetuk adalah..... opung yang meninggal
kemaren, OMG. Enggak lah, yang datang itu mamak Andre.
"Ada Andre di
situ bang?" tanya mamak Andre.
"Oh, ada nande
(sebutan untuk menyatakan ibuk dalam bahasa karo). Tapi dah tidur dia. Biarkan
aja dia di situ." jawabku.
"Is, nggak
enaklah sama abang. Nanti abang tidurnya kayak mana?" tanya mamak Andre.
"Gampang itu
nde, bisa diatur." jawabku.
"Makasilah ya
bang. Tadi aku pulang bocor pulak ban keretaku (sepeda motor) abis itu nggak
bisa pulang lah aku di tempel ban kereta, hujan deras kali. Ku pikirkan juga
tadi si Andre belum makan, nggak ada juga ku tinggalkan uang untuknya. Dah
makan apa belum dia itu lapar lah dia." tampak mamak Andre sedikit
menyesali apa yang terjadi malam ini.
"Dah makannya
dia samaku tadi. Tenang aja nde."ujarku.
"Puji Tuhan,
syukur kali lah ada abang di sini. Kalau nggak ada abang, nggak tau lah aku
lagi entah macam mana anakku itu." mamak Andre bersyukur.
"Beribu-ribu
kali syukurlah aku bang abang dah jagain anakku. Bukannya aku nggak mau pulang
cepat tadi, memang lama juga tadi tempat wak endut bahas arisan, terus bocor
pulak ban keretaku." ujar mamak Andre.
"Iya, nggak apa
nde." jawabku.
"Ya sudahlah.
Istirahatlah abang, maaf lah kalau aku dah ngerepotkan abang. Tadi ku tengok
lampu kamar abang masih hidup, teros ada pulak selop di Andre di depan kamar
abang jadi ku ketuk lah pintu kamar abang ku beranikan." ujar mamak Andre
lagi.
"Iya, nggak apa
kok nde. Kalau ada butuh bantuan panggil aja aku. Istirahatlah nde, pasti capek
tadi dari sana." ujarku.
"Iya bang.
Makasi ya." jawab mamak Andre sambil meninggalkan kamarku.
Satu hal yang kita
pelajari, kalau mamak-mamak orang Medan khususnya terkadang ngomongnya
seperti itu. Terbawa aksen dan logat Medan, jadi kalau ngomong itu kasar apa
lagi bagi yang nggak terbiasa. Kehidupan keras di Medan membuat hal itu terjadi
di sini, tapi walau bagaimana pun seorang mamak itu sebenarnya sangat perhatian
sama anaknya walau beda diucapannya. "Nggak usah kau makan malam
ini!" tapi kenyataannya dipikirkan juga apa yang di makan anaknya malam
ini. Memang orang tua kita bukanlah orang tua yang sempurna, karena mereka
tidak belajar parenting untuk menjadi bagaimana orang tua yang baik. Apa yang
di dapatkan mereka dari didikan orang tua mereka, itu lah yang mereka terapkan
ke anaknya meski kasar. Tapi sebenarnya niat mereka itu adalah melakukan yang
terbaik untuk anaknya dan menginginkan yang terbaik untuk anak mereka semampu
mereka.
****
Aku kembali ke
kasurku dan kulihat Andre sudah tertidur pulas. Aku mematikan lampu dan
berbaring di sebelah Andre. Hanya tersisa sedikit dari kasurku untuk
tempatku tidur. Mata ini belum dapat
tepejam walau sebenarnya tadi ngantuk berat dan kepala juga dah rada pusing. Ku
pandangi langit-langit kamarku dengan penerangan cahaya dari luar kamar yang
masuk di sela-sela ventilasi jendela dan lubang di dinding papan yang lapuk.
Ini adalah kostan mamak si Andre dan mamak Andre adalah single parent yang
membesarkan Andre sendiri setelah cerai dari suaminya. Belum banyak yang ku
ketahui tentang keluarga ini karena aku juga masih baru beberapa hari tinggal
di sini. Tapi satu hal yang ku tau dari keluarga ini, mereka itu orang baik
walau terkadang ngomong itu ceplas ceplos aja. Mereka seperti menjadi
keluargaku yang baru di sini.
Ku tatap wajah Andre
yang sedang terlelap di sebelah kananku, tampak jelas wajah bocah yang masih
polos. Tak tampak cingkalnya Andre kalau saat dia bangun. Ternyata kamu bisa
tenang juga ya Ndre.
"Ku tendang kau
nanti. Sini lah kau kalau berani." terdengar suara Andre ngigau.
Hahaha... Dalam
tidurnya Andre masih saja berbuat masalah. Suka berkelahi dengan teman-temannya
walau dengan masalah yang sepele menurutku kayak anak SD. Tiba-tiba tangannya
memelukku. Andre tidur dalam posisi miring ke arahku dan aku dalam posisi
telentang mengarah langit-langit tapi wajahku menoleh ke arahnya memerhatikan
sikap polosnya sewaktu tidur.
Tangan kananku
menyentuh sesuatu yang lembut dan dingin. Kira-kira apa ini ya? Aku ingin
pastikan apa yang sedang ku sentuh ini tapi aku sulit untuk bangkit karena
dipeluk Andre. Apa pun itu aku suka menyentuhnya.
Besok apa yang akan
ku lakukan di sekolah ya? Mudah-mudahan Andi adekku yang super greget tak akan
ku biarkan hidup tenang setelah hadirku di sekolahnya. Aku akan masih tetap
menjaganya dan mengganggunya, memang begitu tugas seorang abang. Tunggu Aku esok
hari Andi, adekku.
Bersambung.
__________________________
__________________________
Mozaik
berikutnya.
"Ndi...
Dengerin dulu, ada yang mau ku omongin. Penting!" seruku.
"Mau ngomong
apa? Cepat kau ngomong! Nanti aneh di lihat orang." seru Andi.
"Dah ah, nggak
jelas entah apa yang kau bilang. Aku nggak mau main homo-homoan sama kau. Jijik
aku nengok kau." ketus Andi.
Aku berpikir keras
untuk bisa akrab dengan Andi. Binggo.....
Aku akhirnya dapat
ide.
"Yap... Nice.
Gitu aja...!" seruku dengan nada kencang di kelas.
"Ari....!"
"Berdiri kau di
depan kelas. Cepat... Ngayal pulak kau di jam pelajaranku. Memang nggak adalah
sopan santunmu di kelas." repet bu guruku.
"Woi longor!
Mampus kau." ejek Danu dkk yang keluar dari ruang kelas setelah bell
istirahat berbunyi.
"Woi bencong,
gaya kau lae." bentak seseorang yang tak ku kenal kepada Andi.
Sebuah tinju
melayang ke arah wajah Andi. Aku berlari untuk melindungi Andi, tapi jarakku
terlalu jauh. OMG... Andi...
Aku
akan menghabisinya...
KESATRIA
PENJAGA (Mozaik 4)
Informan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar