Sabtu, 10 Maret 2018

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 3)


Anak Bandal

Sore hari sekitaran jam 5 wib di kostan, tepatnya di kamarku.

"Woi, balekkan!" teriakku sambil mengejar Andre.
"Nggak mau, nanti ku kasi tau sama mamakku." Andre berlari muter-muter di kamarku sambil membawa sebuah majalah.

Aku berusaha menangkapnya dan nggak akan membiarkannya untuk keluar dari kamarku. Bisa gawat kalau dia keluar sambil membawa majalah itu, karena tuh majalah kontennya dewasa. Bocah ini tengil banget dan susah diatur, masuk kamar orang suka-suka dan pegang barang orang tanpa izin juga. Dasar bocah tak tau diri, ngerepotin aja.

"Maaaa....." teriak Andre ku bekap mulutnya dengan tangan kiriku dan aku memeluknya erat dari belakang agar dia nggak lepas atau pun teriak.
"Seeeetttttttttt....... Diem! Bandal kali kau jadi orang." ujarku sambil jitak kepalanya yang masih dalam cengkramanku.

Andre masih berumur sekitara 12-13 tahun gitu lah masih kelas VII SMP, berkulit cokelat, bermata brown, badannya tegap berisi dan nggak gemuk juga tidak kurus. Andre memiliki rambut hitam yang berpangkas pendek walau nggak begitu pendek kayak tentara.

"Lepa&%*^in lepa*&$^...." suara Andre terdengar kacau nggak jelas dari bekapanku yang meminta untuk dilepasin sambil meronta-ronta.

Aku mengambil majalah tersebut dari tangan Andre dan melemparkannya ke kasurku.

"Diem dulu kau dan jangan ngomong-ngomong sama mamakmu. Kalau kau nurut ku lepas nanti." ancamku.

Andre anggukkan kepalanya menandakan iya. Perlahan ku longgarkan dekapanku dan ku buka bunggkaman mulutnya dari tanganku. Dan...

"Tak..." kakiku diinjaknya terus kont**ku ditendangnya sambil melepaskan diri dan kabur.
"Kim*k lah anak ini. Jangan lari kau anj***." teriakku sambil mengejarnya keluar kamar.
"Ku kasi tau ya. Hahaha..." Andre dengan cepat menuruni tangga dan aku mengejarnya turun ke tangga juga.

Dengan cepat Andre menghampiri mamaknya di bawah tangga dan mamaknya pun memandangku yang bergegas menuruni tangga. Terlihat mamak si Andre terlihat bengong melihatku sambil segera membuang pandangan ke Andre.

"Bang, celananya." teriak mamak Andre.

Langkahku pun terhenti di tangga dan memperhatikan celanaku.

Anji**, aku nggak pake celana. Cuma pake boxer aja.

Segera aku kembali lagi berlari ke aras tangga ingin kabur dari ke kamarku.

"Mak! Tadikan aku nemu........"

"Tak..." terdengar suara jitakan yang cukup keras mendarat di kepala Andre dari sebuah buku catatan belanja mamak Andre menghentikan ucapan Andre.
"Memang bodat lah kau. Sukak kali mengacani abang itu, bandal kali. Bandal-bandal lah kau, ku kirim kau nanti tempat bapakmu." terdengar suara mamak Andre sedang marahin Andre.
"Janganlah mak, nggak bandal aku. Janganlah kirim tempat bapak." sambil tertunduk lesu.
"Nggak sanggup lagi aku ngurus kau kayak gini. Memang bebi lah kau. Semalam kau apain si Bernat sampek nangis dia ngadu mamaknya? Mati aja lah aku ya kalau bandal kali kau ku tengok." mamak Andre masih meluapkan emosinya ke Andre.
"Nggak aku nya yang salah, diannya duluan." bela Andre.
"Teros... Teroslah orang lain yang kau salahkan. Tak pernah kau mengaku kesalahnmu." mamak Andre masih marah panjang.
"Dia nya duluan." bela Andre lagi.
"Mandi kau, mandi. Dah sore ini. Tak usah kau makan malam ini." aku memperhatikan mereka dari atas tangga setelah mengenakan celana. Tampak mamak Andre menjewer kuping Andre dan mengarahkannya ke kamar mandi.

Memang keras kehidupan di Medan. Orangnya juga keras-keras.

****

Siang berganti malam dan perut ini juga sudah mulai memberi tanda-tanda untuk diisi. Aku menuruni tangga tapi masih males untuk pergi mencari makan, mungkin aku akan membeli beberapa cemilan pengganjal perut atau teman mengerjakan tugasku. Ada beberapa tugas dari sekolah yang harus ku selesaikan dan besok tugas itu akan dikumpul, cukup menguras otak dan pikiran. Aku mendapati Andre tengah berdiri di sudut rumahnya dekat pintu keluar, sepertinya dia di hukum mamaknya karena kenakalannya. Mungkin setiap orang tua memiliki caranya masing-masing untuk memberikan hukuman pada anaknya yang berbuat salah. Aku pun berlalu dan pergi mebeli cemilan di luar.

Ada cukup banyak cemilan yang ku beli dari jenis kacang-kacangan sampai keripik juga minuman rasa buah, mungkin akan cukup untuk menemani hariku beberapa waktu ini. Ketika aku kembali ku lihat Andre masih saja berdiri di posisinya yang tadi, walau sedikit terlihat mulai gelisah.

"Mampus kau bocah, bandal-bandal lah kau." ejekku ke Andre.
"Diam kau njing! Berisik." seru Andre jengkel.

Aku pun kembali ke kamarku sambil menenteng sekantong cemilan. Mengerjakan tugas harian itu wajib di tengah kerasnya kehidupan ini, mengerjakan mulai dari yang termudah dan tinggalkan yang susah tapi jangan sampai nggak dikerjakan. Perut ini kayaknya sudah mulai tersa lapar karena cemilan ini juga tidaklah dapat menggantikan makanan pokok. Sekarang sudah jam 9 malam ku lihat di jam hp ku. Aku sebaiknya pergi makan ke warung atau tempat makan apa gitu di sekitaran kawasan kostanku.

Sekali lagi aku menurini tangga setelah keluar dari kostanku, aku mendapati Andre masih saja berdiri pada posisinya sambil bersandar ke dinding. Terlihat dia sudah capek dan matanya terpejamkan. Mamak bocah ini mana ya? Kok hukumannya belum kelar juga, dah makan belum dia ya? Kok jadi kasihan. Aku masih perhatikan Andre yang sudah kelelahan berdiri tapi masih dipaksain berdiri. Ku keluarkan sepeda motorku (Zaki) karena aku ingin pergi cari makanan.

"Woi! Jago juga kau ya masih bediri di situ. Nggak capek kau?" godaku ke Andre.
"Sana kau, gegara kau pun ini semua." bentak Andre.
"Kok, aku? Kau yang bandal sok nyalahkan orang." jawabku.

Kruuuukkkk....

Bunyi suara perut Andre yang menghentikan perdebatan ini.

"Ndre... Dah makan kau?" tanyaku.
"Nampak kau dah makan aku?" jawabnya kasar.

Ku jitak kepalanya.

"Orang dah ngomong bagus-bagus kau bentak-bentak. Mana mamakmu?" tanyaku.
"Nggak tau, katanya tadi tempat wak endut bentar. Bentar-bentar nggak jelasnya mamak." jawab Andre dengan nada memelas.
"Dah pergi mamak kau kawin lagi, jadi minta carikan jodoh dia sama wak endut. Hahahaha...." ejekku.
"Diam kau njing, kayak pep*k mulut kau, bising." bentak Andre dengan nada jengkel.
"Maaf-maaf. Hehehehe... Memang mamak kau nggak masak?" tanyaku.
"Enggak bang, katanya tunggu dia aja nanti bawa nasi dia." jawab Andre.
"Bisa juga kau ngomong bagus panggil abang. Hahahaha...." ejekku lagi.
"Diam kau! Bukan abang, tapi BANGKE.... BANGKE........ Dengar kau? Andre ngamuk lagi.
"Yuk!" ajakku.
"Kemana?" tanya Andre.
"Udah, ikut aja. Kau belum makan kan?" ajakku.

Andre pun mengangguk.

"Teros kalau mamakku pulang kayak mana?" tanya Andre.
"Mamposlah nungguin mamak kau yang pergi kawin lagi. Selak MATI kau... MATI kau kelaparan." seruku.
"Kayak, anj*ng. Iyalah." jawab Andre.

Aku pun mengeluarkan sepeda motorku ke luar rumah Andre dan bonceng Andre.

"Pegangan kau Ndre, awas mati kau kecampak." ledekku.
"Bising kau bising." jawab Andre sewot.


****

Aku pun pergi ke tempat makan ayam goreng amerika. Terlihat kontras penampilan Andre dengan kebanyakan penunjung yang datang yang rata-rata berpakaian bagus. Andre hanya mengenakan kaos lengan pendek lusuh berwarna merah dan celana kolor pendek berwarna biru yang juga terlihat sudah lama. Tapi sebenarnya kalau Andre itu terawat maka Andre tak kalah cakep dengan anak-anak orka kota Medan. Sepertinya kehadiran kita menjadi sorotan tamu-tamu yang lain. Kok ada orang miskin yang masuk ke sini? Tapi biarin lah orang berkata apa.

"Ndre, pernah kau ke tempat makan kayak gini?" tanyaku.
"Pernah, lewat di depannya." jawab Andre.
"Maksukku kau pernah makan di sini." seruku.
"Enggak." jawab Andre.

Kita pun ikut mengantri bersama pengunjung yang lain untuk melakukan orderan.

"Selamat datang, mau pesan yang mana mas? Kita ada paket ayam+nasi, ada paket burger, kita juga ada paket kentang goreng. Kentang gorengnya yang ini menu baru mas, lebih enak dan bumbunya lebih berasa." sapa tempat pemesannan makanan sambil mempromosikan dagangannya. Wah...
"Ndre, kau mau pesan yang mana?" tanyaku.
"Itu harganya kok 16k, 34k maksudnya apa?" tanya Andre ke padaku.
"Itu harganya 16 rebu 34 rebu satu paket. Kok nanya harganya, ku suruh kau pilih makanannya." seruku.
"Mahal kali ayam kayak gitu, di depan rumah aja 5 ribu nya cuman." jawab Andre protes.

Aku membekap mulut Andre pake tanganku dan memberikan selembar uang merah dari dompetku kepada mbak kassa tadi untuk menyelesaikan transaksi.

"Banyak kali duit kau bang?" tanya Andre.
"Brisik. Udah, diem aja. Kenapa? Mau kau?." ujarku.
"Mintak lah." jawab Andre.
"Lebaran capung ya. Hahaha...." ledekku.
"Gilak kau." Andre cemberut.
"Silahkan mas. Terimakasih." si mbak mengembalikankemablian uangku dan memberi sebuah nampan yang berisi 2 porsi ayam beserta nasi.
"Minumannya ditunggu ya mas." tambah si mbak.

Aku pun membawa nampan tersebut yang berisi sebuh tran nomor meja dan pesanan kita tadi. Aku berjalan menuju meja kosong yang tersedia di tempat makan itu dan Andre mengikutuiku dari belakang. 2 nasi, 2 ayam, 4 nuget dan kemudian ada mas-mas cakep datang mengantarkan minuman kita.

"Silahkan mas." si mas sambil meletakkan minuman pesanan kita sambil tersenyum manis.
"Kau pilih dada apa paha Ndre?" tanyaku.
"Aku paha." jawab Andre.
"Kalau aku pilih dadamu atau pahamu ya?" ujarku sembari tersenyum ke Andre.

"Gilak kau anji**, kebanyakan ngebokep kau." ketus Andre.

Aku langsung membekap mulut Andre agar nggak keluar lagi kata-kata yang beragam. Sungguh merepotkan bawa bocah yang mulutnya nggak disekolahkan, kebanyakan makan micin ya kayak gini.

"Yok, cuci tangan dulu. Tangan kau kotor kan abis ngocok tadi? Hahaha..." ejekku.
"Ngocok kepa&^ aya& ka%." Andre nyerocos dalam bekapanku. Syukurlah masih sempat. Tadi dia itu bilang (Ngocok kepala ayah kau) buset bocah ini. Hancur.

Aku ajak Andre cuci tangan ke washtuffle dan aku juga membawa cup-cup kecil untuk saus. Selanjutnya acara makan. Andre duduk di sebelah kiriku saat itu.

"Ndre... Bisa nggak kita jangan pake bahasa kotor di sini, malu sama orang." ku bisikkan kata itu di telinganya.
"Kau nya duluan." jawab Andre dengan nada yang tidak kencang seperti tadi.
"Iya-iya, maaf." aku minta maaf kepada Andre.
"Iya, kumaafkan. Tapi kau belikan aku itu ya!"  Andre sambil menunjuk sebuah poster es krim di pajangan.

Buset nie bocah, dah pande minta ini itu. Sesekali tak apa lah membahagiakan anak orang, asal jangan sering-sering. Aku pun beranjak dari tempat dudukku dan pergi memesan semangkuk es krim yang di maksud Andre. Harganya sekitar 23k belum termasuk PPN. Kenapa ya semuanya serba bayar PPN, makan dikit dah bayar banyak.

Akhirnya semangkuk es krim pun diantarkan ke hadapan kita. Es krim vanila lembut yang bertaburkan serbuk oreo dan patahan oreo, aku nggak hafal namanya karena menurutku nggak penting. Terlihat Andre sangat menikmati es krim vaila oreo yang dipesan barusan, tak sedikit pun es krim itu tersisa untukku. Tapi aku suka seperti itu, tandanya dia menyukai dan nggak mubazir makanan itu. Sip.... Mantap.

Selanjutnya kita melanjutkan acara makan malam kita sambil bercandaan. Tak terasa sekarang sudah jam 10 malam lebih, sebaiknya aku pulang karena aku sekarang sedang membawa anak orang dan besok juga harus sekolah. Udara malam semakin mendingin dan angin pun mulai berhembus kencang. Gawat kalau sampai kehujanan di jalan karena aku nggak bawa mantel hujan, di tambah kalau anak orang bisa sakit kan gawat. Rintik-rintik hujan sudah mulai turun membasahi bumi membuat hati dan pikiran ini menjadi nggak menentu.

"Pegangan kencang kau Ndre agak ngebut kita, soalnya mau hujan ini." pintaku agar Andre mengencangkan pelukkannya padaku dan Andre pun memelukku erat.

Dengan kencangnya aku melaju menerobos dinginnya malam yang ditambah rintiknya hujan. Bajukku mulai lembab disebabkan rintik hujan yang terasa semakin lebat.

"Pegangan, dah mau sampek."

Menerobos hujan yang mulai turun dan masuk ke jalan-jalan potongan gang-gang kecil biar cepat sampai, mudah-mudahan nggak nabrak anak orang. Hujannya makin deras aja dan akhirnya kita sampai di kostan. Kostan masih sepi dan mamak Andre juga belum nampak. Lama banget ke rumah wak endut nggak pulang-pulang, mudah-mudahan nggak terjadi apa-apa yang buruk terhadap mamak Andre. Tapi bocah ini gimana ya? Mamaknya belum pulang.

Ku masukkan Zaki si sepeda motor kijangku ke dalam rumah dan hujan pun sudah turun dengan derasnya di luar. Baju Andre sudah basah-basah gitu walau nggak basah kuyub.

"Ndre! Ganti baju kau, sakit kau nanti." seruku.

Andre pun pergi ganti baju. Mamak Andre masih juga belum kembali. Tak lama setelahnya Andre keluar dari kamarnya dengan menggunakan kaos cokelat tanpa lengan dan celana kolor warna hitam. Bagus lah, tapi Andre kalau ku tinggal pasti kesepian nggak ada mamaknya. Ku putuskan untuk Ajak Andre ke kamarku.

"Ndre! Ke atas yok." seruku.
"Ngapain?" tanya Andre.
"Dari pada kau di bawah bengong kayak orang gilak nungguin mamakmu." grutuku.
"Kau lah yang kayak orang gilak, layas kali muncung kau itu." Andre ngamuk.
"Ndre, nggak dengar kau katanya opung sebelah yang ninggal semalam (kemaren) gentayangan dia. Dah jadi begu (hantu) opung itu, tau kau? Semalam ini aja si Franky dijumpain opung itu kata mamaknya." bisikku ke Andre.
"Ih, takutlah aku. Dah lah Ndre pergilah aku ke kamarku, malam jumat pulak ini." tambahku sambil berlari menaiki tangga dan menuju kamarku.
"Isssssssss...... Nakutin aja dia pun. Bang, tunggu lah!" seru Andre sambil mengejarku mengiku kamarku.

****

Sesampainya di kamarku, aku menghidupkan lampu kamar. Tak ada yang berubah sejak ku tinggalkan tadi.

"Haaachim...."
(Suara bersinku)

Kayaknya aku harus segera ganti pakaian. Aku mengambil singlet putih dan sebuah celana bola berwarna merah pendek. Perlahan aku mulai menanggalkan kaos yang ku pergunakan dan celana jins panjang yang ku gunakan dan melepaskan sempakku.

"Issssss.... Tak malu." cibir Andre.
"Anji**, jangan kau tengok ke sini!" seruku sambil membalikkan badan membelakangi Andre.
"Besar yo. Hahahaha..." ledek Andre.
"Kim*k lah anaki ini. Nengok sana dulu kau bentar." bentakku sambil mengisayaratkan arah lain untuk diliatnya.

Aku lupa kalau bocah ini ikut ke kamarku karena mamaknya belum pulang, kemudian aku cepat-cepat mengenakan pakaian. Andre mengambil setumpuk kartu remi yang berada di meja belajarku yang berantakan dengan buku-bukuku karena mengerjakan tugas sekolah tadi dan belum ku tata rapi ke tasku.

"Main itu yok!" ajakku untuk memainkan kartu remi yang dipegang Andre.
"Yok lah, yang kalah jongkok ya." sambut Andre.
"Siapa takut." jawabku.

Terjadilah pertandingan kartu antara aku dan Andre. Kita main di atas kasurku yang terbuat dari kapuk berukuran 3 kaki. Kasur yang cukuplah untuk dipakai sendiri. Kasurku bersepraikan kartun car's dari pixar, walau sudah nampak lusuh dan pudar warnanya.

"Jongkok kau bang. Hahaha...." seru Andre.
"Rusuh kau mainnya." ujarku.
"Apa pulak rusuh, kau nya nggak pande main. Hahaha..." Andre tertawa bahagia.

Malam bertambah larut dan kini sudah mendekati jam 11 tapi mamak Andre belum pulang juga. Aku masih saja jongkok setelah beberapa pertandingan berlalu dan Andre mulai terlihat mengantuk.

"Ndre! Enceng ya." pintaku untuk mengakhiri permainan ini.
"Enak aja kau, masih jongkok kau." Andre masih merasa berkuasa dalam permainan walau ku tau tubuhnya sudah nggak kuat lagi menahan kantuk.

Sedikit-sedikit permainan ini pun mulai menjadi lambat dan Andre pun terlihat tertunduk-tunduk karna ngantuk. Perlahan tapi pasti Andre pun oleng dan tumbang di tengah permainan.

Hemmmm...
Apa ku antar aja Andre ke kamarnya? Tapi aku nggak tega bangunin dia, lagian mamaknya belum pulang. Kayaknya tak apalah dia tidur di sini.

Aku merapikan kartu-kartu yang berserakan setelah kita gunakan. Ku betuli posisi tidur Andre. Tak lama setelahnya pintu kamarku di ketuk.

Tok tok..
Tok tok..

Aku pun membuka pintu kamarku, dan ternyata yang mengetuk adalah..... opung yang meninggal kemaren, OMG. Enggak lah, yang datang itu mamak Andre.

"Ada Andre di situ bang?" tanya mamak Andre.
"Oh, ada nande (sebutan untuk menyatakan ibuk dalam bahasa karo). Tapi dah tidur dia. Biarkan aja dia di situ." jawabku.
"Is, nggak enaklah sama abang. Nanti abang tidurnya kayak mana?" tanya mamak Andre.
"Gampang itu nde, bisa diatur." jawabku.
"Makasilah ya bang. Tadi aku pulang bocor pulak ban keretaku (sepeda motor) abis itu nggak bisa pulang lah aku di tempel ban kereta, hujan deras kali. Ku pikirkan juga tadi si Andre belum makan, nggak ada juga ku tinggalkan uang untuknya. Dah makan apa belum dia itu lapar lah dia." tampak mamak Andre sedikit menyesali apa yang terjadi malam ini.
"Dah makannya dia samaku tadi. Tenang aja nde."ujarku.
"Puji Tuhan, syukur kali lah ada abang di sini. Kalau nggak ada abang, nggak tau lah aku lagi entah macam mana anakku itu." mamak Andre bersyukur.
"Beribu-ribu kali syukurlah aku bang abang dah jagain anakku. Bukannya aku nggak mau pulang cepat tadi, memang lama juga tadi tempat wak endut bahas arisan, terus bocor pulak ban keretaku." ujar mamak Andre.
"Iya, nggak apa nde." jawabku.
"Ya sudahlah. Istirahatlah abang, maaf lah kalau aku dah ngerepotkan abang. Tadi ku tengok lampu kamar abang masih hidup, teros ada pulak selop di Andre di depan kamar abang jadi ku ketuk lah pintu kamar abang ku beranikan." ujar mamak Andre lagi.
"Iya, nggak apa kok nde. Kalau ada butuh bantuan panggil aja aku. Istirahatlah nde, pasti capek tadi dari sana." ujarku.
"Iya bang. Makasi ya." jawab mamak Andre sambil meninggalkan kamarku.

Satu hal yang kita pelajari, kalau mamak-mamak orang Medan khususnya terkadang ngomongnya seperti itu. Terbawa aksen dan logat Medan, jadi kalau ngomong itu kasar apa lagi bagi yang nggak terbiasa. Kehidupan keras di Medan membuat hal itu terjadi di sini, tapi walau bagaimana pun seorang mamak itu sebenarnya sangat perhatian sama anaknya walau beda diucapannya. "Nggak usah kau makan malam ini!" tapi kenyataannya dipikirkan juga apa yang di makan anaknya malam ini. Memang orang tua kita bukanlah orang tua yang sempurna, karena mereka tidak belajar parenting untuk menjadi bagaimana orang tua yang baik. Apa yang di dapatkan mereka dari didikan orang tua mereka, itu lah yang mereka terapkan ke anaknya meski kasar. Tapi sebenarnya niat mereka itu adalah melakukan yang terbaik untuk anaknya dan menginginkan yang terbaik untuk anak mereka semampu mereka.

****

Aku kembali ke kasurku dan kulihat Andre sudah tertidur pulas. Aku mematikan lampu dan berbaring di sebelah Andre. Hanya tersisa sedikit dari kasurku untuk tempatku  tidur. Mata ini belum dapat tepejam walau sebenarnya tadi ngantuk berat dan kepala juga dah rada pusing. Ku pandangi langit-langit kamarku dengan penerangan cahaya dari luar kamar yang masuk di sela-sela ventilasi jendela dan lubang di dinding papan yang lapuk. Ini adalah kostan mamak si Andre dan mamak Andre adalah single parent yang membesarkan Andre sendiri setelah cerai dari suaminya. Belum banyak yang ku ketahui tentang keluarga ini karena aku juga masih baru beberapa hari tinggal di sini. Tapi satu hal yang ku tau dari keluarga ini, mereka itu orang baik walau terkadang ngomong itu ceplas ceplos aja. Mereka seperti menjadi keluargaku yang baru di sini.

Ku tatap wajah Andre yang sedang terlelap di sebelah kananku, tampak jelas wajah bocah yang masih polos. Tak tampak cingkalnya Andre kalau saat dia bangun. Ternyata kamu bisa tenang juga ya Ndre.

"Ku tendang kau nanti. Sini lah kau kalau berani." terdengar suara Andre ngigau.

Hahaha... Dalam tidurnya Andre masih saja berbuat masalah. Suka berkelahi dengan teman-temannya walau dengan masalah yang sepele menurutku kayak anak SD. Tiba-tiba tangannya memelukku. Andre tidur dalam posisi miring ke arahku dan aku dalam posisi telentang mengarah langit-langit tapi wajahku menoleh ke arahnya memerhatikan sikap polosnya sewaktu tidur.

Tangan kananku menyentuh sesuatu yang lembut dan dingin. Kira-kira apa ini ya? Aku ingin pastikan apa yang sedang ku sentuh ini tapi aku sulit untuk bangkit karena dipeluk Andre. Apa pun itu aku suka menyentuhnya.

Besok apa yang akan ku lakukan di sekolah ya? Mudah-mudahan Andi adekku yang super greget tak akan ku biarkan hidup tenang setelah hadirku di sekolahnya. Aku akan masih tetap menjaganya dan mengganggunya, memang begitu tugas seorang abang. Tunggu Aku esok hari Andi, adekku.

Bersambung.

__________________________

Mozaik berikutnya.

"Ndi... Dengerin dulu, ada yang mau ku omongin. Penting!" seruku.

"Mau ngomong apa? Cepat kau ngomong! Nanti aneh di lihat orang." seru Andi.

"Dah ah, nggak jelas entah apa yang kau bilang. Aku nggak mau main homo-homoan sama kau. Jijik aku nengok kau." ketus Andi.

Aku berpikir keras untuk bisa akrab dengan Andi. Binggo.....
Aku akhirnya dapat ide.

"Yap... Nice. Gitu aja...!" seruku dengan nada kencang di kelas.

"Ari....!"
"Berdiri kau di depan kelas. Cepat... Ngayal pulak kau di jam pelajaranku. Memang nggak adalah sopan santunmu di kelas." repet bu guruku.

"Woi longor! Mampus kau." ejek Danu dkk yang keluar dari ruang kelas setelah bell istirahat berbunyi.

"Woi bencong, gaya kau lae." bentak seseorang yang tak ku kenal kepada Andi.

Sebuah tinju melayang ke arah wajah Andi. Aku berlari untuk melindungi Andi, tapi jarakku terlalu jauh. OMG... Andi...

Aku akan menghabisinya...

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 4)
Informan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar