Sabtu, 21 April 2018

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 8)


Jangan Bilang Siapa-siapa 

"Andre...." ku tarik tangan Andre dan ku dekap dia dalam pelukanku.

Andre terhenti sejenak tanpa berkata apa pun.

"Dah ah... Lepasin. Jijik aku nengok kau, homo." Andre berusaha melepaskan diri dari dekapanku.

Keadaan hening malam hari di penginapan dengan sebuah pelukan hangat. Gerakan Andre aku tau tak seperti biasa keras dan tajam, tapi kali ini tolakannya terasa cuma karena menutupi gengsinya aja. Kalau dari awal Andre nggak nyaman denganku, sudah jauh-jauh hari dia nggak main ke kamarku dan nggak akrab denganku. Suasana begitu tenang dan sudah tidak ada lagi tolakan dari Andre. Perlahan ku wajahku pun semakin mendekat dengan wajah Andre. Mata Andre pun terpejam seolah sudah setuju akan kelanjutan kasih sayangku. Bibir ini pun menyatu dengan bibir Andre, terasa sangat lembut.

Emmmmm....


Lidah ini bersatu saling bersahutan walau terasa begitu kaku, mungkin ini adalah kali pertama bagi Andre. Ku hentikan ciuman ini dan ku tatap wajah Andre yang kian memerah. Andre membuka matanya dan menatap mataku seolah ada sebuah rasa hangat dan tenang dari pancaran matanya.

"Andre... Aku sayang sama kau."
"Tapi abang kan punya adek, bang Andi." jawab Andre.
"Sayangku ke Andi itu wajar kalau seorang abang sayang sama adeknya, tapi menurutku kan nggak masalah kalau aku juga menyayangimu juga. Aku bingung mau bilang kayak mana, tapi yang pasti aku sayang samamu."

Andre tertunduk sejenak dan menatapku balik.

"Mau kau jadi pacar abang?"
"Eh... Aku dah ada cewek yo si Marta."
"Abang kan nggak ngurusin cewekmu, mau sepuluh pun nggak ada sangkut pautnya samaku."
"Iya-iya." jawab Andre.
"Kau sayang nggak sama abang?" tanyaku serus dengan nada berbisik di telinganya.
"Sa... Sayanglah bang."
"Ya sudah, itu dah cukup samaku."
"Aku sayang sama kau."

Andre masih dalam dekapanku dan kini lidah kita bersatu kembali. Saling bertukaran air liur, menghangatkan suasana malam ini. Lupakan semua masalah, tinggalkan beban di pundak ini yang berat ini sejenak. Aku tidak ingin kehangatan ini rusak karena semua permasalahan yang kini semakin banyak dan berat di pundak ini. Aku sangat menyayangi Andre, dan aku merasakan kenyamanan yang ku rindukan. Hari-hariku yang sepi dan penuh kekosongan, telah terisi sejak kehadiran Andre dalam hidupku. Walau berisik dan menyebalkan bisa buat naik tensi, tapi aku merasa gembira saat dia berada di sisiku. Aku tak ingin semua ini cepat berlalu.

"Andre...."
"Andre sayang sama abang kan?"

Andre menganggukkan kepalanya perlahan. Betapa bahagianya diriku bisa mendapatkan kasih sayang seseoarang yang juga ku sayangin, seorang bocah kelas VII SMP. Ku depat erat tubuh Andre dan Andre pun juga akhirnya memelukku dan melingkarkan tangannya di badanku. Ku cium lehernya perlahan.

"Ahhhh..." refleks Andre sambil menggelinjang.

Terlihat kalau rambut-rambut halus di tangan dan lehernya berdiri.

"Kenapa Ndre?" tanyaku.
"Ge... Geli bang, kenak kumis abang." jawab Andre.
"Tahan dikit lah, kan nggak digigit." bisikku.
"I... Iya bang. Ekk..." jawab Andre sambil menahan geli di lehernya.

Pahaku tersentuh oleh sesuatu benda tumpul yang keras yang terlapisi kain. Sebuah getaran yang timbul dari desah nafas Andre yang tersenggal-senggal. Andre berusaha sekuat tenaga untuk menahan geli, karena mungkin daerah leher adalah salah satu bagian yang sangat sensitif dari tubuh Andre. Aku mulai merunduk dan menyusuri leher Andre turun ke bawah, maka ku dapati sebuah dada yang bidang. Tubuh Andre tidak begitu gemuk atau kurus banget, menurutku cukup bagus dengan warna kulit yang agak kecoklatan. Walau kulit Andre tidak lah putih seperti orang Cina, tapi menurutku sangat eksotis warna kulitnya khas pribumi Indonesia.

Perlahan ku cium puting Andre kiri dan kanan yang tak mengenakan baju. Terlihat Andre sedang menahan geli yang dirasakannya. Detak jantungnya berdegup dengan kencangnya, tampak telihat getaran itu di dadanya.

"Ehhhh.... Ehhhh...." suara erangan kecil Andre mulai terdengar dari bibirnya yang pink itu.

Aku tak ingin berhenti di sini dan aku menyusuri berut Andre dan memberikan kecupan-kecupan ringan di pertunya yang tak begitu sixpack, tapi terasa juga kotak-kotak perutnya sedikit.

"Ehhhhh..." suara Andre melenguh.

Tangan Andre memegang kepalaku dan memberikan sedikit tekanan mengisyaratkan agar aku menjauhkan kepalaku dari perutnya. Tapi tekanan itu tidaklah begitu berarti, aku masih melanjutkan ciuman manjaku di perut Andre. Aku masih belum selesai sampai di sini, aku masih ingin melanjutkan kehangatan cinta ini lagi ke bawahnya. Terasa sesuatu benda tumpul tegak menjulang menantang langit, sesuatu yang tadi ku rasakan di pahaku, perutku dan kini di wajahku. Aku cium perlahan dan lembut dari balik sebuah handuk yang Andre kenakan saat ini. Andre berusaha memberikan dorongan ke kepalaku untuk aku meninggalkan bagian itu, tapi aku masih ngotot dan bersikeras tak ingin lewatkan suatu hal penting. Ku buka perlahan handuk Andre ke bawah, tapi tangan Andre memegangi erat handuknya. Aku masih membenamkan wajahku di tengah selangkangan Andre yang masih ada handuknya.

"Baa..ng.... Ja...jangan." pinta Andre dengan nada terputus dan tertahan.

Aku tarik kepalaku dan menatap wajah Andre. Ku lihat nafas Andre sudah ngos-ngosan, tak tahan menahan rasa deg-degan ini. Tanganku masih berusaha melolosi handuk Andre, tapi tangan Andre masih enggan melepaskan pegangannya darihanduk yang terlilit di pinggangnya. Perlahan tapi pasti, handuk Andre mulai turun terlepas dan mulai terlihat serumpun rambut halus yang tak begitu banyak dari pangkal sebuah senjata tumpul.

"Ja..jangan bang." sekali lagi Andre menahanku.

Aku masih saja menarik celananya perlahan dan akhirnya celana Andre turun juga sampai ke pahanya. Andre berusaha menutupi senjatanya dengan kedua tangannya, tapi aku membujuk Andre dengan memberi isyarat agar Andre membuka kedua tangannya. Akhirnya tangan Andre dibukanya perlahan dan sebuah benda tumpul yang ukurannya kira-kira segenggamanku berwarna cokelat terang terkacung di hadapanku. Sebuah senjata pusaka yang sangat privasi dan menjadi simbolis untuk keperkasaan seoarang pria. Dan aku tidak ingin menunggu lama lagi.

"Baa...ng... Jang...^$#.." larangan Andre tertahan dan berhenti keluar dari bibirnya.

Hap...

Senjata tumpul Andre sudah menghilang dari pandangan. Mulut ini telah menyembunyikan senjata Andre yang seukuran segenggamku.

Emmmmm....
Emmmmm....

Tangan Andre berusaha melepaskan kepalaku dari senjatanya. Tapi sepertinya Andre sudah tak memiliki cukup tenaga untuk melawan rasa ini.

"U... Udah bang... Gee... Geliii." seru Andre sambil sersenggal-senggal.

Aku mempercepat gerakanku maju mundur dengan memainkan lidahku di benada tumpul kepemilikan Andre. Sekarang tangan Andre tak lagi mendorongku tapi meremas rambutku yang hitam dan berpangkas pendek walau sudah agak panjang. Tubuh Andre bergetar seperti tak dapat menahan sensasi yang luar biasa ini. Aku tak bisa menahan rasa haus ini, haus yang tak dapat hilang dengan seceret air.

"Uggg... Uggg..." suara Andre tertahan.

Andre terlihat menggit bibirnya sambil meremas rambutku keras.

"Ugggg... Uggggg..." erangan Andre tertahan.

Aku masih saja melancarkan seranganku dan ku percepat gerakanku.

"Ugggg.... Bang, aku mau kencing...." seru Andre.
"Ud%#$h ken%#$ng aja." suaraku tak jelas (sudah kencing aja) jawabku.
"Uggggg......" suara Andre tertahan sambil mencengkram rambutku keras.

Andre menahan kepalaku dan...

Glegg glegg...

Sesuatu yang hangat dan agak asin terasa di lidahku  terus mengalir ke krongkonganku. Tubuh Andre bergeta hebat dan ku lepaskan mulutku dari kont*l Andre.

Pop...



Tubuh Andre terkulai lemas kehilangan pondasi. Kakinya yang gemetaran itu tak sanggup lagi menahan berat bobot tubuhnya. Aku memeluk tubuh Andre yang lemas tak bertenaga, kakinya tak sanggup lagi untuk berdiri. Akhirnya ku gendong tubuh Andre dan ku baringkan di atas kasur yang empuk. Suasana kamar masih sangat tenang di tambah cahaya lampu yang terang. Nafas Andre masing tersenggal-senggal dan tubuhnya masih terbujur lemas tak bertenaga. Ku pandangi tubuh Andre dari ujung rambut ke ujung kakinya. Perlahan aku mendatanginya dan mendekap tubuhnya yang masih terkulai lemas. Sebuh pelukan hangat. Ku cium leher Andre dan ku rasakan tariak nafasnya di telingaku.

"Emmmmhhhh..... Emmmmmmhhhhh...."

Ku ciumi terus lehernya, tapi aku nggak mau membuat sebuah cupangan karena bisa bahaya kalau buat barang bukti yang tampak jelas.

"Ehhh...." erang Andre.

Sepertinya kumis tipisku menggelitik lehernya membuat rambut-rambut halus di tangan dan lehernya menjadi berdiri. Nafas Andre masih tersenggal-senggal dan aku masih mengecupi lehernya. Aku menurunkan kepalaku menuju dada Andre. Ku naikkan kaos putih yang dikenakan Andre sehingga menampakkan perut dan puting Andre yang terlihat mengeras. Perlahan ku berikan emutan lembut pada puting Andre kiri dan kanan dengan sesekali menggigitnya kecil.

"Ahhhhh.... Emmmmm...." terdengar erangan dan suara Andre yang tertahan.

Andre berusaha menahan rasa geli itu dan sekali lagi tangannya mendorong kepalaku agar meninggalkan daerah putingnya. It's Okay... Aku turun ke perut Andre dan ku jilati perut Andre yang mulus yang sedikit terlihat kotak-kotak tahu di perutnya. Ku jilati bagian pusarnya dan seluruh perutnya yang agak sixpack itu.

"Ahhhh... Baaaanggg... Geliiiii." Andre mendorong kepalaku lagi karena tidak tahan menahan rasa nikmat yang mungkin geli juga iya sih.

Sekarang terpampang kont*l Andre yang sedang layu tak bertenaga karena sudah kehilangan powernya tadi. Aku emut kont*l Andre yang masih lemas itu dan menjilati batang dan bijinya. Tubuh Andre menggeliat-geliat kayak ulat bulu karena mungkin merasakan rasa geli yang sangat geli atau malah rasa ngilu yang sanagat ngilu karena habis ngecrot tadi.

"Udah bang... Hennn....tikan." seru Andre sambil berusaha mengangkat kepalaku dari kont*lnya.

Aku pun menyudahi permainan lidahku di kont*l Andre. Sesekali aku tatap wajah Andre yang sudah keringat dingin sampai kembali ke kont*l Andre pandanganku. Nafas Andre masih ngos-ngosan kayak abis maraton. Aku menatap wajah Andre dan kemudian mendekatkan wajahku ke kont*l Andre. Aku jilati biji Andre tapi lagi-lagi tangan Andre mendorongku agar menjauh. Perlahan ku buka selangkangan Andre dan ku angkatkan kaki Andre ke depan. Sebuah matahari kecil terekspos di depan mataku.

"Baaanggg.... Abang mau ngapain?" tanya Andre.

Aku tak menjawab pertanyaan Andre, hanya melempar senyum saja dengan penuh maksud. Andre pun membuang pandangannya ke tempat lain tak memperhatikanku dan memejamkan matanya. Sip... Menurutku itu jawabannya iya dari Andre. Perlahan aku menjilati matahari Andre yang tertutup rapat berwarna pink. Terdengar suara erangan Andre pelan.

"Ahhhhhh... Ahhhhhh... Ahhhhhhhh...."

Andre mengerutkan dahinya sambil menggigit bibir bawahnya menahan rasa nikmat yang mungkin juga geli ini.

"Hemmmmm.... Ahhhhh... Ahhhhhh....."

Rasanya nggak enak sih dan aromanya juga sebenarnya nggak sedap, tapi enah kenapa aku tak bisa berhenti menjilati matahari Andre. Matahari Andre sudah sangat basah karena penuh dengan air liurku. Aku menghisap jari telunjukku dan melumurinya dengan air liurku kemudian mencoba memasukkannya ke matahari Andre yang sempit. Perlahan jari itu ku masukkan.

"Ah..... Aduh, duh, duh.... Sakit bang." seru Andre sambil menutupkan tangannya di matarinya.

Aku menatap wajah Andre penuh harap sambil memberikan isyarat kalau semua akan baik-baik saja.

"Sakit bang..." seru Andre lagi.
"Iya... Pelan-pelan loh."

Andre menganggukkan kepalanya dan perlahan membuka jemari-jemarinya yang menutupi sebuah matahari kepemilikannya.

"Tahan dikit ya!" pintaku.

Andre pun menganggukkan kepalanya.

Ku perbanyak pelumas air liur di jariku dan memasukkannya kembali ke matahari Andre.

"Hemmkkk...." Andre menahan rasa sakit di mataharinya.
"Tahan ya Ndre." pintaku.

Aku pun mencoba memasukkan jari telunjukku lagi dengan banyak air liurku, perlahan dan sekali lagi. Aku ulangi untuk memeberikan air liurku di jari telunjukku dan memasukkannya lagi. Andre masih mengeluarkan suara-suara tertahan karena mungkin masih ngilu kalau dimasukkan jari. Aku emut kont*l Andre dan menjilati biji Andre sambil telunjukku berusaha ku masukkan kembali ke mataharinya. Kont*l Andre perlahan hidup kembali dan suara desahan Andre pun mulai terdengar lagi.

"Ahhhhhh..... Ahhhhhh..... Ahhhhhh......"
"Emmmmm.... Emmmmm......" bibir Andre dikatupnya keras menahan pancaran kenikmatan pada kont*lnya.

Jariku sudah mulai lancar memasuki matahari Andre tapi dengan begitu banyak pelumas air liur yang ku pergunakan. Aku menambahkan satu jari lagi yaitu jari tengahku.

"Ahhhh.... Sakit." teriak Andre.

Kont*l Andre menjadi lemas lagi tapi aku terus emut dan beri rangsangan pada kont*lnya. Jari telunjuk dan jari tengahku bergantian masuk ke matahari Andre dan sesekali ku masukkan keduanya.

"Ahhhh.... Sakit bang." tangan kanan Andre meremas tangangan kiriku erat sedang tangan kirinya meremas sepre kasur erat.

Aku masih ulang-ulangi lagi memasukkan jariku satu atau dua secara bergantian dan Andre meremas-remas tanganku dan sepre kasurku sambil mengerutkan wajahnya."

"Saaa....kiiiitttt....." ucapannya terpotong-potong.

Setelah cukup lama melakukan penetrasi dan ku rasa sudah cukup, ku letakkan sebuah bantal di bawah pinggang Andre. Handuk yang ku kenakan tadi aku tak tau sejak kapan sudah terlepas, mungkin karena banyak gerak dan jatuh. Ku naikkan kaki Andre ke atas sambil ku buka selangkangannya lebar kemudian aku mendekati selangkangan Andre berjalan dengan kedua lututku. Ku beri kont*lku pelumas liur yang cukup banyak dan ku tatap wajah Andre yang penuh dengan keringat sambil mengerutkan wajahnya. Aku menarik nafas panjang dan....

"Tahan ya!" seruku.

Kont*l ini berada tepat di hadapan matahari Andre dan......

Tap....

"Hemmmggggggghhhhhhh......" suara Andre tertahan sambil meremas sepre kasurku keras.
"Ahhhhh....." akhirnya Andre nggak dapat menahan rasa sakitnya.
"Sakit bang.... Hiks... Hiks...." mata Andre mulai berair dan suara Andre pun terisak-isak.

Hiks... Hiks....

Kont*lku sudah masuk setengahnya dan aku mendiamkan kont*lku tanpa ada gerakan. Aku berusaha menenangkan Andre.

"Andre... Maaf ya, tapi tahan sebentar lagi ya! Andre sayang kan sama abang?" aku mencoba menenangkan Andre.

Andre pun menganggukkan kepalanya.

"Tapi sakit bang...."

Hiks.... Hiks.....

"Iya... Maaf ya. Tapi Andre harus kuat ya jangan nangis, Andre kan anak laki." bujukku.

Aku masih mendiamkan kont*lku di matahari Andre kemudian memelukknya dalam keadaan masih tertancap kont*lku. Ku cium bibir Andre perlahan dan lidah kita pun saling beradu kembali. Ku genggam kont*l Andre sambil ku buat gerakan naik turun. Kont*l Andre mulai keras lagi dan ku coba untuk merangsang Andre kembali agar rasa sakit itu sedikit teralihkan. Perlahan kont*lku ku tarik dari matahari Andre dan ku lihat ada sedikit bercak berwarna merah di kont*lku.

Maafkan aku Andre kareana nafsu bejatku kau harus kehilangan kesucianmu. (Jahat)

Ku berikan kont*lku pelumas air liur kembali yang banyak dan matahari Andre pun ku berikan air liurku yang banyak agar bisa masuk kont*lku dengan mudah. Sekali lagi kont*lku ku tempelkan tepat di matahari Andre dan Andre pun sudah siap-siap untuk hal ini. Perlahan ku tekan kont*lku di matahari Andre dan kepalanya sudah mulai terbenam. Andre terlihat mengerang menahan sakit sambil meremas sepre kasur kencang. Terlihat Andre menggigit bibir bawahnya dan ada tetasan air mata yang mengalir di pipinya.

"Hukkkk.... Sakit bang. Mau berak aku."
"Tahan ya." seruku.

Kalau kont*l masuk ke matahari untuk awal-awal emang terasa seperti mau berak, karena matahari itu masih terasa sempit. Kont*lku terjepit sangat-sangat terjepit. Andre mengerangkan pant*tnya sehingga kont*lku semakin terjepit. Aku nggak tahan kalau lama-lama dalam keadaan seperti ini. Perlahan kont*lku ku tarik dan ku dorong kembali membuat gerakan memompa. Perlahan dan pelan kemudian ritmenya ku tambah sedikt demi sedikit.

"Ah ah ah ah ah ah ah ahhhhhhhhh..... Ahhhhhhhhhh. Sakit bang.... Ah ah ah ah...."
"Ah ah ah ah ah ah ah ah ahhhhhh ah ah ah ah ah ah ahhhhh."
"Emmmmm emmmmm emmmmm emmmmm." Andre menutup mulutnya erat.

Andre sesekali berusaha mendorong pinggulku dari mataharinya dan sesekali meremas dan memukul-mukul kasur.

"Ah ah ah ah ah ah.... Pelan bang.... Ah ah ah ah... Jangan dalam-dalam. Ah ah ah ah ah...."

Aku masih terus memompa matahari Andre yang legit dan sempit. Kont*lku tersa terjepit dan terhisap, aku tak tau bagaimana menggambarkan keadaan ini. Ahhhh ahhhhh ahhhhhh aku juga ikutan meracau.

"Ah ah ah ah ah ahhhhhhh..... Sakit bang. Ah ah ah ah ahhhhh.... Masih lama bang? Aaaaakkuuu... Nnnnggggak kuuuaaat laaaagiiiiiii..... Ah ah ah ah ahhhhhh....." suara Andre tersenggal-senggal.
"Tahan yaaaa...... Beeentar laagiii...." jawabku yang masih asik.

Keringatku mulai bercucuran membasahi tubuh Andre yang tepat di bawahku yang sebenarnya juga dah basah karena keringatnya juga. Aku masih memompa Andre untuk beberapa waktu dan akhirnya waktunya tiba.

"Ahhhh ahhhh ahhhhh ahhhhhh..... Ndre.... Aku keluar. Ahhhhhhh......." lenguhku.

Kont*lku pun berkedut kedut memompakan cairan semen (sperma) ke dalam tubuh Andre. Terasa hangat dan aku nggak bisa gambarkan jelas masalah ini, pokoknya enak. Perlahan ku tarik kont*lku dari matahari Andre.

Plop....

Terlihat matahari Andre terbuka menganga setelah menerima hujaman kont*lku. Aku jadi kasihan melihat hal ini terjadi pada Andre yang seharusnya ku lindungi dan ku ayomi tapi harus berakhir begini. Begitulah kalau sudah nafsu yang berbicara, maka akal sehat pun jadi bodoh dibuatnya. Perlahan cairan semen itu mengalir keluar dari matahari Andre, putih dan ada juga sedikit noda merah di putihnya cairan semen kepemilikanku itu. Ku ambil handukku dan ku lap lelehan cairan semen itu di matahari Andre sampai bersih tak bersisa. Maafkan aku Andre.

Aku menatap wajah Andre yang sudah ngos-ngosan dan penuh dengan keringat. Matanya sayu dan akhirnya Andre pun menangis lagi.

Hiks... Hiks....

Air mata Andre mengalir di pipinya dan bibirnya pun tertutup rapat. Tersirat kekesalan dan kekecewaan dari raut wajahnya. Aku harus berbuat apa? Maaf kan aku Andre.

"Abang jahat."

Hiks... Hiks....

Aku pun tak bisa berkata banyak. Ku perlahan mendatangi dan mendekap tubuh Andre yang yang terbaring lemas di kasurku. Ku peluk erat tubuh Andre dan ku katakan....

"Maaf kan abang ya. Abang janji akan menjagamu dan selalu menyayangimu. Janji."
"Huhhhhh....... Huuuhhhhhhhh........" Andre memukul-mukul dadaku dengan tangannya walau tak bertenaga.

Aku memeluk Andre dan berusaha menenangkannya yang masih nangis. Aku terus mendekapnya dan mendekapnya sampai semua menjadi tenang dan hening.

******

Aku terbangun dari tidurku dan terasa berat tubuh ini untuk digerakkan. Kepalaku masih terasa pusing dan ku ingat-ingat memori apa yang terasa dan tergambar.

Hemmmmm.... Ada Andre di kasur bersamaku? Kenapa anak ini di sini ya? Ini kayaknya bukan kamarku deh.
 Hemmmmm.... Nggak pake celana, loh... Aku juga nggak pake celana! Jadi ingatan itu nggak mimpi, ini beneran ya? Duh.... Aku baru ingat ini kayaknya pagi ini aku tidur bugi bareng Andre.. Goblok....

Andre terbangun dan duduk bersamaku di kasur.

"Aduh duh duh duh.... Ah... Sakit."
"Apanya yang sakit?" tanyaku.
"Is..... si bodoh ini. Cir*tku lah yang sakit, pulakeh kau mabuk kecap nggak ingat kau tadi ngapain. Anj*ng."
"Iya... Iya.... Dah ingat aku." jawabku.
"Eh... Tapi jangan bilang siapa-siapa ya yang tadi? Apa lagi sama mamakmu." pintaku mememlas.
"Is... Ku bilang sama semua orang nanti, sama mamakku juga." ancam Andre.
"Eh... Jangan lah... Pliiiisssss..... Nggak kasianlah dia sama abangnya." bujukku.
"Abang... Abang... Kayak kau abang, puk* lah sama kau. Jahat kau gitu." jawab Andre sinis.

Duh... Gawat nie kalau sampai bocor ke luar kejadian ini, bisa dikebiri aku. Ohhh..... Noooooo.....

Aku tertunduk lesu dan terdiam meratapi nasibku yang nggak jelas ini. Suram kali masa depanku kala harus masuk bui karena maslalah ini dan pasti Ayah akan malu dan marah besar. Dasar anak nggak berguna, malu-maluin keluarga aja. Nasiiiiiiiiiiiiibbbbb nasiiiiiiiiiiiiiibbbbbbbbbbbb.

"Bang! Bang.... Kau kenapa?" teriak Andre.

Aku terdiam dan membisu.

"Is... Pekak kali lah kupingnya. Bukan nyahut dipanggil, eeeeeee.. e e......." seru Andre.
"Bang, nggaknya ku bilang sama orang lain." bujuk Andre.

Aku mengangkat wajahku dan menatap wajah Andre.

"Betulnya itu?" tanyaku ragu.
"Betul lah. Dah besar pun aku, malu lah kau kalau masuk tipi nanti mukakku. Is... Si bodoh ini." seru Andre sambil jitak kepalaku.

Tak....

"Ih... Kim*k nya anak ini." seruku sambil ku kunci leher Andre.
"Is.... Lepas bodat, nggak bernafas aku." seru Andre sambil berusaha melepaskan kuncianku sambil berusaha memukul-mukulkan tangannya di kepalaku.
"Mampus kau." seruku.
"Is... Tanggung jawab kau bang, hamil aku nanti kau buat gitu tadi."
"Ih... Anak monyet ini. Woi... Laki kau woi.... Sadar!" seruku.
"Kau yang sadar, nggak ada otakmu. Dah taunya kau aku laki, kau kent*ti juga. Kan begu (hantu) lah kau."
"Bang... Dah pagi ini belum sarapan aku, lapar. Kereta (motor) kau juga masih rusak." tambah Andre.
"Iya... Iya.... Makan kita di sekitaran penginapan." jawabku.
"Eh... Tanggung jawab kau nanti kan bang, kau nafkahi anakmu di perutku ini. Kau kasi lah aku uang belanja tiap hari, kalau aku ngidam kau turutilah nanti anaknya bodoh kalau nggak turuti." seru Andre.
"Is.. Anak ini, lintah darat." jawabku.
"Mampus kau situ. Kau yang berbuat ya tanggung jawab lah kau bang."
"Iya-iya.... Aku kasi nafkah nanti, kalau ngidam ku turuti."
"Betul ya kau bilang itu." seru Andre.
"Iya... Betol itu." jawabku.
"Oke.... Ku pegang kont*l kau! Eh.... Ku pegang janji kau ya bang." Andre cengengesan.
"Is... Masih mau kont*l kau? Nah kalau kau mau biar ku kasi." seruku sambil menyodorkan kont*lku yang belum terbungkus kain apa pun.
"Is... Cepatlah kita berangkat! Dah lapar aku. Anak kau ini di sini dah lapar, minta sarapan lontong." seru Andre sambil menunjukkan perutnya padaku dengan wajah cekikikan.

Begitulah seterusnya.

Bersambung.....

________________________________

Mozaik berikutnya.

Hemmmm.... Dalam mozaik ini belum kepikiran apa yang akan ku tulis. Jadi liat aja nanti ya. Hehehehe....

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 9)
None

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 7)


Cemburu Tanda Sayang

Aku mencari Andre sepanteran rumah sakit. Ku susuri lorong demi lorong rumah sakit yang kukira dilintasi Andre sekitaran kamar tempat Yoga di rawat. Aku masih bingung untuk menemukan Andre di rumah sakit yang cukup besar ini. Aku mencari Andre di sekitaran tempat makan, karena Andre doyan makan. Kali aja ada di rumah makan atau tempat jajanan gitu. Hemmmm.... Tapi Andre apa bawa uang ya? Entah lah, coba saja.

Ku lintasi tempat-tempat makan dan pusat jajanan yang tersebar di sekitaran pintu masuk rumah sakit. Satu-persatu ku perhatikan wajah pengunjung yang mampir untuk makan atau membelikan makanan untuk keluarga atau kerabat mereka yang sedang sakit. Melihat lauk-pauk yang beragam ini membuat perut ini terasa lapar. Lah... Sabar Ri, kau juga kan baru makan tadi di tempat BPK. Hahahaha... Makan kau tuh Ri. Ew.... Terbayang adegan makan tadi aku jadi nggak selera makan, meski ikan Ardik tadi itu sumpah enak banget. Arsik ikan mas. Lain waktu aku mau minta masakkan aja sama mamak Andre. Hemmmm.... Pasti enak.

Eh.....
Kembali ke topik utama. Andre nggak nampak dan jangan mikir macam-macam dulu ya Ri! Nanti kalau Andre sudah ketemu terserahmu mau apa. Oke deh, sip Boss.

Sepertinya Andre tak ada di tempat makan atau jajanan. Hemmmm... Aku sebaiknya kembali lagi ke dalam.

Aku menyusuri lorong di dekat ruang ICU. Sepertinya penghuni kamar ICU itu orang yang sudah kronis penyakitnya. Tiba-tiba pintu ruang ICU terbuka dan pecahlah suara tangis seorang ibu yang sedari tadi menunggu di luar pintu. Terlihat beberapa perawat dan seorang dokter di dekat brankar dorong pasien (ranjang dorong pasien) dan di sana ada seorang bapak paruh baya sedang menangis walau tangisan itu sebisanya di tahannya.

"Pak... Ridho pak, Ridho anak kita." teriak sang ibu histeris sambil memeluk si bapak.

Sang bapak memeluk istrinya erat sambil mengiringi seorang bocah yang umurnya kira-kira masih SMP. Seorang bocah laki-laki kurus dengan kulit yang pucat. Ya Allah, aku nggak tahan melihat pemandangan seperti ini. Aku pun sesegera mungkin menjauh dari ruangan ICU tadi, aku takut terlihat hal yang memilukan seperti ini lagi. Sebuah perpisahan yang dipisahkan oleh kematian.

"Yoga...."

Aku teringat pada Yoga si bocah periang yang hiper aktif. Sesegera mungkin aku kembali ke ruangan Yoga. Aku mempercepat langkahku dan setengah berlari menuju kamar tempat Yoga di rawat. Aku pun memasuki ruangan tempat Yoga di rawat dan aku pun terdiam sejenak memandang Yoga yang sedang bersama seorang dokter. Aku menitikkan air mataku melihat Yoga yang sedang tertidur lelap, mungkin akibat obat.

"Bang.... Bang.... Is... Bang...." seru Andre.

Aku pun tersentak dari lamunanku. Aku menatap kedepanku ternyata Andre sudah ada di ruangan Yoga di rawat dan sedang berada di depanku.

"Is... Abang dari mana aja? Entah kemana aja, lama kali di luar. Is... Begok lah, jadi patong pulak dia ini." ketus Andre sewot.

Aku mendekap tubuh Andre dan memeluknya erat. Aku pun menangis sambil memeluk Andre. Entah apa yang sedang ku rasakan, tapi hatiku sangat kacau dan hancur. Aku sepertinya tak ingin kalau bila nanti orang-orang yang ku sayangi pergi meninggalkanku satu persatu. Untuk saat ini aku hanya memiliki Andre selain ayah yangs edang tidak bersamaku. Ku rasakan hangat dan tenang ketika aku memeluk tubuh Andre. Walau terlahir dari rahim yang berbeda dan dari suku dan tempat yang berbeda, aku menyangi Andre layaknya saudaraku sendiri. Terdengar ocehan Andre tapi tidak ku indahkan, aku hanya ingin memeluknya saja kali ini.

Perlahan ku lepaskan pelukanku dan ku tatap mata Andre yang masih bingung atas apa yang terjadi padaku. Aku tersenyum padanya dan melap air mataku yang sempat mengalir di pipiku.

"Ndre... Pulang yuk." ajakku.

Andre masih bingung melongo menatapku.

"Buk, saya pamit dulu ya. Kalau ada perlu hubungi saja nomor saya." aku pun pamit sama ibu Yoga.
"Terimkasih banyak ya nak. Hanya Allah yang dapat membalas kebaikanmu." ketus ibu Yoga.
"Maaf ya dek, telah banyak merepotkan." sambung bapak Yoga.
"Nggak apa kok pak. Saya pamit dulu." jawabku.

Aku mendekati ranjang tempat tidur Yoga. Ku lihat Yoga sedang tertidur pulas dan aku pun mengelus rambutnya yang agak pirang itu. Begitu lembut rambut Yoga terasa di jemari tanganku. Aku pun membawa Andre ke luar ruangan Yoga di rawat. Sedih rasanya melihat Yoga terbaring di tempat tidur itu dan bahagia karena Andre tak terjadi apa-apa padanya. Aku juga memikirkan Andi, apa yang telah terjadi padanya selama aku tak berada di sisinya. Aku harus lebih perhatian lagi.

Sekarang sudah malam, dan aku pun membawa Andre pulang sambil pamitan kepada orang tua Yoga. Aku menuju tempat parkir rumah sakit di mana zaki ku titipkan, dan aku pun melaju pulang berasama Andre. Sepanjang perjalanan aku masih kepikiran tentang orang-orang di rumah sakit, sepertinya banyak kisah duka di sana. Aku nggak bakal nggak sanggup melihat kondisi orang-orang yang ku sayangi berada di sana, terbaring kaku dan keluar dari ruang ICU tak bernafas lagi. Aku jadi kangen sama bunda. Apakah ayah masih memikirkan bunda? Atau kah ayah sudah melupakan semua yang berkaitan dengan bunda. Apa yang bisa ku lakukan untuk menyatukan keluarga ini lagi.

"Baaaaaangggg....." teriak Andre sambil menepuk pundakku.

Aku pun tersadar kalau aku sedang bawa kereta (motor).

"Is... Bukan ditengoknya jalan. Abang ini lah, melamun aja bawa kereta (motor), awas nabrak orang. Bukan ditengoknya kucing tadi nyebrang, kalau ketabrak bisa jatuh kita. Masih muda aku bang, jangan kau matikan aku di sini." seru Andre ngabuk sambil menokok (memukul) kepalaku.

"Eh... Iya-iya, maaf ya Ndre. Hehehe... Kok jadi ngelamun abang ya." ketusku sambil cengengesan.
"Pasti gegara anak itu tadi kan yang di rumah sakit, siapa tuh namanya? Hemmmm... Jaka!!!" ketus Andre.
"Eh... Yoga namanya , bukan Jaka. Jangan ganti-ganti nama orang. Mana pulak aku pikirkan dia tadi." jawabku untuk celoteh Andre.
"Bodo amat, mau Yoga, Jaka, Kaka... Nggak peduli aku. Pastinya kau sor sama anak itu." seru Andre ngambek.
"Lah... Sor macam mana pulak?" tanyaku ke Andre rada deg degan.
"Entah lah, pokoknya aku nggak suka aja sama anak itu, layas kali muncungnya." ketus Andre.
"Cie... Ada yang cemburu ya. Hahahaha..."ejekku.
"Is... Najis. Gilak kau anj*ng." seru Andre ngamuk.
"Woi... Mulut kau." Seruku.
"Biar lah, mulut-mulutku kok. Sukaku lah mau bilang apa. KONT*L, PEP*K, ANJ*NG, BAB*, LONT*....." seru Andre tambah parah.

Aku pun menepi dan menghentikan zaki. Ini adalah kawasan jalan Asam Kumbang yang di pinggiran jalannya itu masih terdapat banyak pohon besar sepanjangan jalan. Jalan yang terbilang cukup sunyi apa lagi untuk malam hari walau masih ada juga perumahan-perumahan di sekitar sini meski tak banyak menurutku.

"Jaga mulut Ndre, katanya di sini tempatnya rawan loh." bisikku ke Andre.
"Rawan kekmana (macam mana)?" tanya Andre.
"Katanya kalau nggak jaga mulut bisa didatangi." bisikku ke Andre rada ngarang.
"Mana ada, nggak percaya aku." jawab Andre lagak berani yang aslinya aku tau dia itu penakut.
"Ya udah kalau nggak percaya." ketusku sambil tertawa dalam hati.
"Dah... Dah... Lanjut pulang aja lah, dah jam berapa ini." seru Andre dan suranya sedikit bergetar.
"Oke-oke." jawabku sambil engkol zaki.

Brub brub brub...
Brub brub brub...

Terdengar suara zaki tak hidup ku engkol.

Lah, kok malah mogok saat sekarang ini.

Aku pun mulai mengecek sumber permasalahannya.

Hemmmm....
Buset, businya dah nggak ada apinya. What........ OMG.

Aku pun syok dan tiba-tiba angin pun berhembus kencang menandakan mau turun hujan. Aku sudah mulai panik dan terus berusaha mengakali busiku yang telah mati tapi nggak ada guna.

Tadi siang kan rencananya aku mau ke bengkel dulu mau ganti busi, tapi kok malah kelupaan ya? Duh... Kok bisa nggak ingat. Kalau terjadi hal seperti ini di saat ini apa yang harus ku lakukan.

"Bang... Bang, cepat lah bang! Dah gerimis ini. Is...." seru Andre ikutan panik.
"Bentar-bentar, ini masih dikerjain." jawabku yang sok nggak panik agar Andre nggak tambah panik walau sebenarnya aku tuh dah panik.

Grug grug grug...

Terdengar suara gemuruh dari langit. Kayaknya bakalan hujan deras ini. Aku masih usahakan mengakali busi yang dah tua ini. Dan akhirnya sudah ada apinya sedikit dan ku engkol kembali zaki.

Brug brug brug...
Brug brug brummmmmm.... Brummmmmmmm.... Brummmmmmmm...

Alhamdulilah....
Dah hidup.

"Yuk Ndre, cepat naik. Dah mulai turun hujan ini." seruku ke Andre.
"Iya, bawel. Kau nya yang buat lama." celetuk Andre geram sambil duduk diboncenganku.

Brummmmm.... Brummmm......

Aku melaju memacu kereta (motor)ku si zaki dengan kecepatan tinggi karena gerimis dudah turun.

"Ndre... Pegangan kuat ya." seruku peringatkan Andre.
"Iya. Bawel." jawab Andre sambil memelukku.

Hujan mulai turun membasahi bumi dan tentunya juga membasahiku dan Andre juga.

"Ndre, basah kau?" tanyaku.
"Pertanyaan macam apa itu? Begok kau bang, ya basahlah deras kayak gini hujannya. Paok..." seru Andre sambil mengencangkan pelukannya ke tubuhku. Terasa hangat.

Kilatankilatan petir pun menyambar-nyambar dengan dentuman suara gemuruh yang kencang. Angin pun tak kalah membautku takut akan banyaknya pohon-pohon besar di sepanjangan jalan yang sepi ini.

Brummmm.... Brummmmmm.....

Aku melaju dan tiba tiba.

Brug... Brug... Brug...
Zaki mogok lagi.

Aku lihat businya seeprtinya kemasukan air. Kali ini habis lah aku, aku tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Bang, kok berhenti?" tanya Andre yang sudah basah kuyub.
"Mogok lagi Ndre. Hehehehe...." jawabku sambil cengar-cengir di tengah derasnya hujan.

Nggak ada tempat berteduh di sini dan bengkel juga nggak ada sekitaran sini sepertinya. Aku dan Andre akhirnya berjalan di tengah derasnya hujan. Tampak Andre sepertinya sudah kedinginan, tapi ya gimana lagi klaau berdiam disini juga bakal kedinginan juga. Setidaknyakalau gerak kan ada proses pembakaran jadi mungkin agak bisa hangatkan tubuh. Kayaknya... Dari kejauhan terlihat samar samar lampu neon box selain lampu jalan yang menerangi kita. Ku baca tulisannya yang agak kabus karena hujan yang cukup lebat.

Top Inn... Hemmmmm....
Top Inn ya?

Begitu yang terbaca olehku.

Ehhhhh....
Top Inn itu tempat nginap ya?
Wah... Kayaknya aku ke situ aja, dah basah kuyub juga semua. Mau balik juga masih mustahil keadaannya.

"Ndre... Ke situ kita yuk." ajakkku sambil menunjuk ke arah Top Inn.
"Apa itu?" tanya Andre.
"Tempat nginap." jawabku.
"Loh... Nggak pulang kita?" tanya Andre lagi.
"Lah... Gimana mau pulang, hujan deras dan kereta abang mogok juga. Kita juga dah basah kuyub gini." seruku sambil mendorong zaki sepeda motorku.
"Is... Ka kau pun. Na nati marah ma mamakku." seru Andre dah agak menggigil.
"Nggak, lah marah mamakmu. Kalau keadaannya gini mau gimana lagi. Nanti ku telpon mamakmu. Eh... Telpon? Lah.... Hp ku. Hemmmm...." ketusku.

Aku pun tambah panik di saat hp ku ternyata sudah mati dan tak bisa hidup.

Lah... Gimana buat laporan ke mamak Andre, tapi ya sudah lah. Besok aja laporan nya kalau Andre nginap samaku. Nggak lah marah mamak Andre.

"Tuh kan. Ma mati pulak ha hp kau bang." seru Andre.
"Udah... Nggak apa, aman ini. Rusak beli lagi hp nya. Hehehehe...." seruku.
"Iya lah orang kaya." ketus Andre jutek.

Akhirnya kita sampai di Top Inn. Kita pun di sambut sama penjaganya.

"Mau pesan kamar yang mana bang?" tanya penjaganya.

Kita pun berbicara sedikit dan akhirnya kita diantarkan ke sebuah kamar yang tak cukup luas juga. 1 kamar kelas ekonomis. Terdapat 1 ranjang doubel bed dan kamar mandi di dalam. Jadi untuk nginap di sini harus merogoh kocek sekitar 80 ribu. Aku pun menyuruh Andre untuk mandi dan kemudian aku setelahnya.

Hemmmmm....
Kok nggak mandi bareng tadi ya?
Sudah lah, sudah berlalu.
Lagian aku tuh kasihan, jadi nggak ada pikiran yang lain saat ini.

Setelah mandi dan handukan, kita masih mengenakan handuk saja. Baju kita, kita gantungkan di belakang pintu kamar mandi setelah diperas. Ku lihat tangan Andre mendekap dadanya menadakan kalau Andre sedang kedinginan. Kasihannya anak orang ini, tapi aku nggak punya pakaian kering juga di sini.

"Naik aja Ndre ke tempat tidur, terus selimutan biar nggak dingin." seruku.

Andre pun nurut dan selimutan dengan selimut yang terdapat di kasur tempat tidur tersebut. Tapi tampaknya selimut yang ada sangat lah tipis yang seperinya kurang memberikan kehangatan. Andre masih terlihat menggigil walau sudah pake selimut.

Nie anak jadi lembek kalau gini.
Tapi mulutnya sok keras, emang keras kata-katanya.
Kasar.

Aku pun berbaring di sisi kiri Andre dan memandang langit langit. Sesekali aku lirik Andre yang berusaha memejamkan matanya sambil menahankan dingin malam dengan tubuh yang menggigil. Andre masih mendekap kedua tangannya di dadanya dan tubuhnya bergetar karena dingin. Aku tersenyum saja melihat Andre seperti itu, tapi aku nggak ingin membiarkan Andre dengan kondisinya saat ini pastinya. Perlahan ku dekatkan tubuhku ke tubuhnya dan ku dekap tubuh Andre.

"Eh... Jijik ah. Sana-sana." seru Andre sambil mendorong tubuhku dengan kedua tangannya.

Tangan Andre terasa sangat dingin sekali dan aku menatap Andre dengan wajah penuh senyum.

"Ya udah kalau kau mau kedinginan kayak gitu terus." seruku sambil berbalik badan membelakangi Andre.

Andre masih berusaha mengatasi gigilnya dengan berusaha melungkerjan badannya kayak kucing di dalam selimut tipis. Aku masih kepikiran soal tadi, soal kematian seorang anak yang keluar dari ICU tadi. Nggak terbayang olehku kalau orang yang ku cintai yang terbujur di situ.

Apakah Yoga baik-baik saja ya? Tapi kan Cuma retak tulang aja kok apa bisa menyebabkan kematian? Eh... Tetanggaku dulu juga gitu, keserempet motor dan patah kaki tapi dibwa ke rumah sakit kok malah meninggal. Eh.. No no no... Ini nggak boleh terjadi. Duh... Kok kepikiran yang serem serem ya.

Tak terasa air mataku pun menetes membayangkan hal itu pun terjadi. Aku segera mengusapnya dan tak ingin Andre melihatnya. Ku intip Andre yang memejamkan matanya sambil tangannya pada posisi kayak tadi, tetap di dekapnya di dada. Aku membalikkan badan dan ku peluk erat tubuh Andre.

"Ih... Ka... (kau)." seru Andre tertahan karena bibirnya ku tutup dengan telunjukku.
"Seeettttt.... Janagn ribut. Dah lah, kau tuh kedinginan jadi jangan sok keras." seruku dengan nada seriu dan tatapn serius.

Aku nggak main-main membilangi Andre dalam hal ini. Andre pun paham kalau aku nggak sedang bercanda dengannya. Andre kini tak memberontak lagi dan akhirnya Anteng dalam pelukanku. Ku elus-elus rambut Andre dan ku cium keningnya. Entah apa yang terjadi belakangan ini, tapi yang pasti aku sangat sayang kepada Andre. Andre pun hanya bisa terdiam sekarang.Tak ada pikiran lain, yang ada hanya kasihsayangku terhadap Andre.

Kruuuuugggggg....

Aku menatap Andre dan Andre pun menatapku cengar cengir.

"Lapar kau ya Ndre?" tanyaku.
"Menurut kau?" seru Andre.
"Lah... Kau yang punya perut kok nanya aku." jawabku dengan nada malas.
"Is... Si bodoh ini. Kita kan belum ada makan malam ini, tadi juga kehujanan." seru Andre geram.
"Tapi kau dah makan banyak tadi siang! Porsiku juga kau yang abiskan." seruku cengar-cengir.
"Is... Adalah begoknya anak ini. Mana mungkin ku gabung makan siang sama makan malam paok." seru Andre ngambek.
"Hahahaha... Iya lah abang pintar." ejekku sambil colek perut Andre.
"Eh... Tangan." seru Andre sambil menepis tanganku yang colek perutnya.

Singkat cerita aku cek ternyata tempat menginap kita ada layanan pesan makanan juga. Tapi gimana mesannya ya? Soalnya pake apa menghubunginya? Hp ku dah padam dan nggak mungkin aku ninggalin kamar dengan mengenakan handuk saja yang saat ini sedang ku kenakan. Atau mungkin aku mengenakan pakaian basah yang ku pakai tadi? Terlihat kalau pakaian itu juga masih banyak meneteskan air karena basah. Akhirnya ku putuskan untuk mengbas-ngibaskan bajuku yang basah tadi sampai agak nggak basah kali dan aku pun mengenakannya kemabali. Aku kelaura kamar dan menuju ke tempat penerima tamu dan menanyakan masalah memesan makanan. Aku memesan 2 nasi goreng aja dan 2 botol air mineral, itu aja. Selanjutnya aku menunggu di kamar bareng Andre. Aku pun melepaskan kembali pakaian basah tadi dan menggantinya dengan handuk seperti semula.

"Bang... Lama kali, dah lapar aku." seru Andre.
"Ya tunggu lah, masih di masak pun." jawabku.
"Tapi dah lapar aku bang, dah mau mati." ketus Andre.
"Lah... Mana, mau liat kalau matinya kayak mana." jawabku sambil sedikit menyingkap handuk yang digunakan Andre.

Andre langsung menepis tanganku dan ngamuk.

"Kau... Is... Layas kali kau ini." seru Andre ngamuk.
"Lah, katanya mati. Kan aku mau cek kayak mana kalau pas mati." jawabku pura-pura bodoh.
"Kont*l... Bukan itu pep*k." seru Andre ngamuk.
"Oh... Itu namanya kont*l ya?" tanyaku sambil senyum-senyum.
"Is...." seru Andre sambil menerkamku.

Tangan Andre berusaha menggapai-gapai kepalaku dan tubuhku terjatuh ke lantai sambil menahan tangan dan tubuh Andre. Kakiku juga berusaha untuk menahan tubuh Andre. Andre masih saja bersikeras untuk menyerangku dengan kengambekannya itu, meski masih bisa ku tahan. Hehehhe....

Karena banyak gerak, akhirnya handuk Andre pun terlepas dari pinggangnya. Handuk yang berwarna hijau muda itu pun jatuh ke perutku. Tampaklah seseuatu yang menjuntai bagai belalai gajah itu.

"Hohoho... Besar yo." seruku.
"Is... Jangan tengok." seru Andre sambil sesegera mungkin mengambil handuknya di perutku dan memasangkannya kembali ke pinggangnya. Tapi ketika Andre menarik handuknya, handukku juga ikut ketarik dan terlepas dari pinggangku walau hanya sekedar terbuka saja karena aku masih menimpahi handuk tersebut di bagian bokongku. Entah sengaja atau tidak Andre melakukan itu, ak,u pun tak tau. Apa pun itu, nggak masalah bagiku. Hehehehehe....

Andre berusaha melancarkan serangannya lagi tapi tiba-tiba pintu kamar kita diketuk.

Tok tok tok...

"Bang, pesannannya." teriak seseorang dari depan pintu.

Aku segera meninggalkan Andre dan membukakian pintu. Tampak seorang abang-abang yang umurnya sekitar 25an kayaknya yang sedang menagntakan makan kami.

Cakep....

Kalimat itu yang terbersit dalam hatiku saat ini.

"Ini bang kemabaliannya." seru si abang memecah lamunanku tadinya tentang dirinya sambil menyerahkan beberapa uang recehan serebu."
"I... Iya bang, makasih." seruku.

Si abang meletakkan makan itu di meja yanga da di kamar tersebut. Setelah sia bang keluar, aku pun menutup dan mengunci pintu kamar kembali. 2 piring nasi goreng itu ku hidangkan ke hadapan Andre yang sedang duduk di pinggir ranjang.

"Makan dulu Ndre, katanya lapar tadi." seruku.
"Iya loh. Nggak sabaran kali." seru Andre jengkel.

Singkat cerita kita makan nasi goreng bersama sambil cerita-cerita tentang masa lalu. Bercanda bersama adek-adekan emang paling seru, ditambah lagi guyonan yang sedikit berbau dewasa bikin suasana tambah greget.

"Nggak yo. Cewekku cantik lah bang, nggak kayak kau jelek cewekmu. Nggak ding, mana ada yang mau sama kau, kau kan jones, jomblo ngenes. Hahaha..." tawa Andre.
"Mana pulak cantik cewek kau itu, kayak nggak pernah nengok aja aku ya. Kalian waktu itu pacaran di bawah pohon jambu, sok-sok romantis." ejekku.
"Is... Suka kali kau ngintipin aku pacaran." celetus Andre kesal.
"Nggak yo, mana enak ngintipin kau pacaran. Lebih seru ngintipin kau mandi. Hahahaha...." tawaku.
"Kim*k kau lah anj*ng. Ketara kali kau hom*nya anj*ng." seru Andre ngamuk.
"Mulutmu itu, ku cium baru tau kau. Hahahaha..." ejekku lagi.
"Dah lah, jadi malas aku makannya." seru Andre sambil menjauhkan nasi goreng darinya.
"Bilang aja kau dah kenyang, banyak alasan. Heheh..." ejekku lagi.
"Kau aja yang makan. Nah...." seru Andre sambil menyuap paksakan nasi goreng sisa dia ke mulutku.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk..." aku keselek dibuat Andre sambil langsung minum air mineral botol biar lancar.
"Bang, kau kok sok perhatian kali sama si Yoga?" tiba-tiba ucapan itu keluar dari mulut Andre.

Suasana jadi hening dan aku tak begitu mengerti maksud dari pertanyaan itu.

"Hemmmm.... Kasian liat kondisinya. Lagian anaknya imut." aku menutup mulutku untuk kalimat yang dibelakang.
"Kau suka sama Yoga ya?" pertanyaan berikutnya pun terlontar dari mulut Andre dengan tatapan mata yang tajam.
"Kenapa kok tiba-tiba tanya gitu?" tanyaku balik.
"Aku nggak suka sama dia. Ya udah lah." Andre mengungkapkan kekesalannya sambil memalingkan wajahnya dariku.



Terlihat sekilas kalau mata Andre berkaca-kaca. Jangan-jangan Andre cemburu sama tuh anak???

What....

Bersambung.....

________________________________

Mozaik berikutnya.

"Andre...." ku tarik tangan Andre dan ku dekap dia dalam pelukanku.

Andre terhenti sejenak tanpa berkata apa pun.

"Dah ah... Lepasin. Jijik aku nengok kau, homo." Andre berusaha melepaskan diri dari dekapanku.

Aku berusaha tenangkan Andre dan ingin menyatakan kalau aku itu miliknya dan bukan milik Yoga. Dan....

"Mau kau jadi pacar abang?"

Tuuuuuuuuuuuuuuuuutttttttttttttt............

SENSOR......

Maaf ada gangguan jaringan.
Hehehe...

KESATRIA PENJAGA (Mozaik 8)
Jangan Bilang Siapa-siapa